Yosef lahir di
Kesehatannya, yang selalu terganggu oleh berbagai penyakit, membuat ibunya hampir-hampir putus asa. Banyak uang dihabiskan untuk biaya perawatan. Suatu hari ibunya membawa dia kepada seorang pertapa yang tinggal tak jauh dari Kupertino, untuk meminta doa penyembuhan. Akhirnya berkat doa-doa sang pertapa dan iman ibunya, Yosef dapat sembuh dari penyakitnya.Cita-citanya menjadi seorang biarawan mulai dipikirkannya lagi. Ia lebih tertarik pada cara hidup Santo Fransiskus Asisi dan bermaksud menjadi pengikutnya. Pada usia 17 tahun ia diterima dalam novisiat bruder-bruder Kapusin. Tetapi segera tampak bahwa Yosef adalah pemuda yang minder, bodoh, banyak melakukan kesalahan dalam tugasnya. Oleh karena itu setelah 8 bulan di dalam biara, Yosef dikeluarkan. Memang ia sedih namun tidak berputus asa. Ia tetap berusaha untuk meraih cita-citanya. Dengan pertolongan pamannya, seorang imam Konventual, ia diterima di dalam biara itu. Ia ditugaskan menjaga kuda-kuda di Grotela dan sesekali ditugaskan mengemis di
Kehidupan doa tidak pernah dilupakannya. Lama-kelamaan ia mulai dikenal oleh seluruh penduduk
Robertus Bellarminus lahir di Montepulciano, dekat
Ayahnya menginginkan dia menjadi dokter agar kelak dapat merawat para raja dan pangeran. Semua angan-angan ayahnya seolah sirna seketika pada waktu dia menyatakan keinginannya untuk menjalani hidup membiara dalam Serikat Yesus. Dengan tegas ayahnya menolak cita-citanya itu. Sebaliknya ibunya sangat mendukung bahkan menghendaki agar kelima anaknya menjadi imam dalam Serikat Yesus. Dengan berbagai cara ayahnya menghalangi dia. Robertus tetap tenang menghadapi ayahnya. "Aku rasa, tugas seorang imam pun tidak jauh berbeda dengan tugas seorang dokter. Bukankah banyak orang membutuhkan pertolongan seorang imam? Lihat! Betapa banyak orang yang terlantar jiwanya karena kekurangan imam," demikian kata-kata Robert kepada ayahnya. "Baiklah Robert, kalau itulah yang kaukehendaki. Ayah tidak bisa menghalang-halangi kehendak Tuhan atas dirimu," jawab ayahnya.
Pada tanggal 19 September 1560, Robertus meninggalkan Montepulciano menuju Roma. Ketika itu ia berumur 18 tahun.
Karya imamatnya dimulai dengan mengajar Teologi di Universitas
Menyaksikan semua prestasinya, Sri Paus Klemens VIII (1592-1605) mengangkatnya menjadi Kardinal pada tahun 1599 dan tak lama kemudian ia ditahbiskan menjadi Uskup Capua. Tugas baru ini dilaksanakannya dengan mengadakan kunjungan ke semua paroki yang ada di dalam keuskupannya. Tugas sebagai mahaguru ditinggalkannya. Masa kerja di Capua tidak terlalu lama, karena dipanggil oleh Paus Paulus V (1605-1621) ke Roma untuk menangani beberapa tugas yang penting bagi Gereja. Di sana ia mulai kembali menekuni kegemarannya menulis buku-buku, rohani. Tahun-tahun terakhir hidupnya diisinya dengan menulis tafsiran Kitab Mazmur dan 'Ketujuh Sabda Terakhir Yesus sebelum wafat di kayu salib. Dua buku katekismus yang dikarangnya sangat laris dan beredar luas di kalangan umat sebagai bahan pengajaran bagi para katekumen. Buku terakhir yang ditulisnya ialah 'Ars Moriendi' yang melukiskan persiapannya menghadapi kematiannya yang sudah dekat. Buku ini ditulis pada saat-saat terakhir hidupnya di novisiat St. Andreas di Roma.
Setelah membaktikan seluruh dirinya demi kepentingan Gereja, Robertus Bellarminus menghembuskan nafasnya terakhir pada tanggal 17 September 1621 di novisiat St. Andreas, Roma. Beliau dikenal luas sebagai seorang ahli teologi yang sangat gigih membela Gereja dan jabatan kePausan dalam kemelut zaman Reformasi Protestan. Ia hidup sederhana dan suci serta mempunyai pengaruh yang sangat besar. Ia dinyatakan sebagai 'Beato' oleh Paus Pius XI (1922-1939) pada tanggal13 Mei 1923, dan sebagai 'Santo' pada tanggal 29 Juni 1930, lalu sebagai 'Pujangga Gereja' pada tanggal 17 September 1931.
Santa Hildegardis, Martir
Hildegardis lahir di Bockelheim, Jerman pada tahun 1098. Ia seorang biarawati Ordo Benediktin yang saleh, di bawah bimbingan Santa Yutta. Santa Yutta sendiri dikenal sebagai seorang rubiah dan penghimpun para wanita yang ingin bersemadi, hidup tenang dan banyak berdoa. Setelah Yutta meninggal dunia, Hildegradis menggantikannya sebagai pemimpin biara Benediktin di Diessenberg, dekat tempat kelahirannya. Pada tahun 1148 ia memindahkan biara itu ke Rupertsberg, dekat Bingen, Jerman. Sekalipun usianya mencapai 80 tahun, namun kesehatannya sangat rapuh: sering sakit dan sangat emosional.
Semenjak usia mudanya ia dianugerahi pengalaman rohani yang luar biasa: dapat meramalkan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, mengalami berbagai penglihatan, dan banyak membuat mujizat. Biarawati Benediktin ini senantiasa mengajak orang lain agar mau merubah cara hidupnya, menerima penderitaan dan bersemangat tobat. Banyak orang datang kepadanya untuk meminta bimbingan rohani padanya: para bangsawan, uskup-uskup, rahib-rahib dan suster-suster. Meskipun demikian banyak pula orang yang bersikap sinis padanya. Mereka ini menganggap Hildegardis sebagai wanita yang tidak waras. Memang, Hildegardis adalah biarawati yang sungguh luar biasa pada Abad Pertengahan. Buah penanya sangat banyak. Biasanya ia mendiktekan pikiran-pikirannya kepada seorang biarawati pembantunya, yang kemudian mengalihbahasakannya ke dalam bahasa Latin. Salah satu bukunya ialah 'Scivias' (= Semoga Anda Tahu) yang berisi tentang berbagai pengalaman mistiknya. Buku yang lain berisi penjelasan tentang Injil, kehidupan rohani dan peraturan Santo Benediktus. Ia menulis juga mengenai ilmu pengetahuan alam, tentang tubuh manusia, penyakit serta obat-obatnya. Kisah Orang-orang Kudus tidak luput dari perhatiannya, sehingga ia bukukan juga. Ia menggubah syair, berbagai hymne dan musik.
Hildegardis selalu sibuk. Namun ia masih juga menyempatkan diri melakukan perjalanan keliling Jerman untuk memperingatkan para bangsawan, imam dan uskup tentang cara hidup mereka yang tidak sesuai dengan ajaran iman Kristen dan semangat Injil. Keprihatinannya terhadap keadaan Gereja yang bobrok mendorong dia rajin berkotbah di alun-alun. Orang-orang yang mendengar kotbahnya terpukau, insyaf lalu bertobat. Ia tak jemu jemunya menyurati para pemimpin seperti Paus, kaisar, raja dan tokoh-tokoh masyarakat yang besar pengaruhnya, seperti misalnya Santo Bernardus Clairvaux. Hildegardis akhirnya meninggal dunia di Rupertsberg, Jerman pada tanggal 17 September 1179.
Konon Yanuarius lahir di
Setelah mengalami aneka siksaan fisik, mereka semua dibawa ke kandang binatang buas yang kelaparan. Aneh sekali bahwa binatangbinatang buas yang kelaparan itu seolah-olah takut menyentuh tubuh mereka. Melihat itu, rakyat bersama gubernurnya malu dan menuduh mereka menggunakan ilmu gaib untuk membungkam binatang-binatang garang itu. Segera para penguasa memutuskan hukuman penggal kepala atas mereka. Mereka mati terbunuh pada tahun 305 di
Pada abad ke
Yanuarius dihormati sebagai pelindung
Sesampainya dirumah ia meminta kepada orang tuanya
untuk mencari seorang Guru Agama atau siapapun yang bisa menjawab 3 pertanyaannya.
Akhirnya Orang tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut yaitu seorang Pendeta.
Pemuda : Anda siapa? Dan apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanya an saya?
Pendeta : Saya hamba Tuhan dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda
Pemuda : Anda yakin? sedang Profesor dan banyak orang pintar
saja tidak mampu menjawab pertanyaan saya.
Pendeta : Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya
Pemuda: Saya punya 3 buah pertanyaan
1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan kepada saya
2. Apakah yang dinamakan takdir
3. Kalau setan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat
setan Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?
Tiba-tiba Pendeta tersebut menampar pipi si Pemuda dengan keras.
Pemuda (sambil menahan sakit): Kenapa anda marah kepada saya?
Pendeta : Saya tidak marah...Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 buah
pertanyaan yang anda ajukan kepada saya
Pemuda : Saya sungguh-sungguh tidak mengerti
Pendeta : Bagaimana rasanya tamparan saya?
Pemuda : Tentu saja saya merasakan sakit
Pendeta : J adi anda percaya bahwa sakit itu ada?
Pemuda : Ya
Pendeta : Tunjukkan pada saya wujud sakit itu !
Pemuda : Saya tidak bisa
Pendeta : Itulah jawaban pertanyaan pertama. Kita semua merasakan
keberadaan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.
Pendeta : Apakah tadi malam anda bermimpi akan dita mpar oleh saya?
Pemuda : Tidak
Pendeta : Apakah pernah terpikir oleh anda akan menerima sebuah
tamparan dari saya hari ini?
Pemuda : Tidak
Pendeta : Itulah yang dinamakan Takdir
Pendeta : Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?
Pemuda : kulit
Pendeta : Terbuat dari apa pipi anda?
Pemuda : kulit
Pendeta : Bagaimana rasanya tamparan saya?
Pemuda : sakit
Pendeta : Walaupun setan terbuat dari api dan Neraka terbuat dari api. Jika Tuhan berkehendak maka Neraka
akan menjadi tempat menyakitkan untuk setan.
Sekarang Anda mempunyai dua pilihan:
1. Biarkan E-mail ini tetap dalam mailbox anda.
2. Forward E-mail ini ke sejumlah orang yang anda kenal dan berkat Tuhan akan dianugerahkan kepada
setiap orang yang anda kirim.
Sumber : TRUE STORY
Renungan: NIGERIA- 200 Orang Terbunuh Dalam Kekerasan Di Jos
Diposting oleh Heri on Selasa, 07 September 2010Kekerasan yang pecah di
13 Kamp pengungsi dibentuk untuk menolong 30.000 orang yang dipaksa meninggalkan rumah mereka. Sebanyak 16 gereja dibakar.
Sebagian besar media telah menggambarkan kekerasan ini sebagai hasil pertikaian rival politik antara Kristen dan Islam dalam usaha memenangkan suara terbanyak dalam pemilihan umum yang berlangsung di negara bagian ini. BBC mengatakan kekerasan ini dipicu ketika ada berita yang menyatakan Partai Rakyat Demokrasi – yang didukung oleh mayoritas pemilih Kristen telah memenangkan hampir semua kursi dewan di negara bagian ini.
Bagaimanapun, pemimpin gereja, mencurigai bahwa kekerasan ini dipersiapkan. Kerusuhan pecah pada Jumat pagi, 28 November, sebelum hasil pemilihan umum diumumkan. Dan sebanyak 500 orang ditahan dari etnis
Benjamin Kwashi, Uskup Kepala Gereja Anglikan di Jos, berkomentar, “Kami telah menjadi kambing hitam dan target oleh mereka yang benci mengenai sesuatu yang behubungan dengan kekristenan di sini dan di tempat lain. Gereja di utara
Berdoalah agar Tuhan menguatkan orang-orang Kristen di Negara Bagian Plateau.
Pendeta Robert,” memimpin sebuah gereja yang beranggotakan 80 jemaat di
“Bapak Robert,” tulis
“Ingatlah kami sedang mengawasimu dan kegiatanmu. Kami mendapat informasi bahwa kamu membujuk saudara ‘seiman’ kami untuk menjadi Kristen. Hati-hati. Jika kamu tidak mau berhenti maka kami akan membunuhmu dan semua keluargamu. Kami akan membunuh seluruh anggota keluargamu yang terkecil dan yang tertua sehingga orang-orang dapat menarik pelajaran …”
Inilah apa yang akan terjadi ketika seorang pendeta Kristen menjangkau orang-orang dengan firman Kristus di daerah yang adalah sebuah benteng Taliban. Itu bukanlah
“Aku mengabaikannya,” kata pendeta Robert, yang mempunyai
Pendeta ini adalah pengkhotbah yang berapi-api yang mempunyai hati melayani komunitas lokal. Pendeta ini tinggal di sebuah rumah batu bata yang berkamar satu di sebuah daerah yang dikelilingi oleh orang-orang ‘agama lain’. Gerejanya, yang beranggotakan lusinan keluarga, semuanya berdikari. Gereja membuka beberapa pelayanan bagi komunitas setempat, termasuk sebuah ibadah kaum ibu, sekolah Minggu dan pelayanan penjara.
“Ketika saya mengunjungi penjara-penjara, Tuhan membukakan kesempatan kepadaku untuk membagikan Injil bagi para narapidana setempat demikian juga narapidana asing,” kata pendeta Robert.
“Saya bersyukur pada Tuhan bahwa banyak dari narapidana yang dijatuhi hukuman mati bertobat dari dosa-dosa mereka dan menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi mereka.”
Ditarik oleh terang Kristus dari dalam dunia kegelapan, ada orang-orang ‘agama lain’ yang mencari-cari pendeta Robert karena mereka ingin menjadi orang percya. Ia telah membagikan kesaksian tentang Kristus pada sekelompok orang di daerah itu dan ini membuatnya menjadi sasaran oleh orang-orang garis keras.
Mereka bahkan mencoba untuk memfitnahnya. Jebakan dibuat selama perhelatan perayaan hari besar ‘agama lain’. Pendeta Robert saat itu sedang menghadiri sebuah persekutuan doa bersama istrinya selama penghelatan berlangsung. Dalam perjalanan pulang, ia melewati beberapa orang ‘agama lain’ yang sedang merayakan hari besar mereka dekat rumahnya. Disitulah ketika ia melihat sebuah kantung-kantung plastik.
“Ketika istriku dan aku melihat isi kantung itu kami sangat terkejut, katanya.
Kami sangat terkejut karena kantung tersbut penuh dengan robekan-robekan kecil kitab ‘agama lain’.
Pemusnahan kitab ‘agama lain’ secara hukum dapat dijatuhi hukuman mati. Seseorang ingin orang-orang ‘agama lain’ di daerah ini menemukan kantung itu die depan rumah pendeta Robert dan agar pemimpin gereja disalahkan.
“Jika saja ada orang ‘agam lain’ melihat kantung itu kami akan dibunuh hari itu juga,” katanya.
Walaupun pendeta Robert telah beberapa kali diancam oleh orang-orang garis keras ia tetap menolong orang-orang menemukan Kristus. Kami mendukung pendeta dan lainnya dengan menyediakan buku-buku Kristen dan peralatan yang mereka butuhkan untuk menjangkau mereka yang mencari-cari Tuhan yang sebenarnya. Kami akan membantuk pendeta Robert dengan memindahkannya ke suatu daerah yang lebih aman dimana ia bisa terus melanjutkan pelayanannya untuk Tuhan.
mengajar di sebuah perguruan tinggi kecil di bagian barat Amerika Serikat.
Dr. Christianson mengajar ke-Kristenan di perguruan tinggi ini dan setiap
siswa semester pertama diwajibkan untuk mengikuti kelas ini. Sekalipun Dr.
Christianson berusaha keras menyampaikan intisari Injil kepada kelasnya, ia
menemukan bahwa kebanyakan siswanya memandang materi yang diajarnya sebagai
suatu kegiatan yang membosankan. Meskipun ia sudah berusaha sebaik mungkin,
kebanyakan siswa menolak untuk menanggapi Kekristenan secara serius.
Tahun ini, Dr. Christianson mempunyai seorang siswa yang spesial yang
bernama, Steve. Steve belajar dengan tujuan untuk melanjutkan studinya ke
seminari dan mau masuk ke dalam pelayanan. Steve seorang yang popular, ia
disukai banyak orang, dan seorang atlet yang memiliki fisik yang prima dan
ia merupakan siswa terbaik di kelas professor itu.
Suatu hari, Dr Christanson meminta Steve untuk tidak langsung pulang setelah
kuliah karena ia mau berbicara kepadanya. "Berapa push up yang bisa kamu
lakukan?" Steve menjawab, "Saya melakukan sekitar 200 setiap malam."
"200? Lumayan itu, Steve," Dr. Christianson melanjutkan. "Apakah kamu dapat
melakukan 300?" Steve menjawab, "Saya tidak tahu. Saya tidak pernah
melakukan 300 sekaligus." "Apakah kamu pikir kamu dapat melakukannya? "
tanya Dr.Christianson. "Ok, saya bisa coba," jawab Steve.
"Saya mempunyai satu proyek di kelas dan saya memerlukan kamu untuk
melakukan 10 push up setiap kali, tapi sebanyak 30 kali, jadi totalnya 300.
Dapatkah kamu melakukannya? " tanya sang profesor. Steve menjawab, "Baiklah,
saya pikir saya bisa. Ok, saya akan melakukannya. " Dr Christianson berkata,
"Bagus sekali! Saya memerlukan Anda untuk melakukannya Jumat ini." Dr
Christianson menjelaskan kepada Steve apa yang ia rencanakan untuk kelas
mereka pada Jumat itu.
Pada hari Jumat, Steve datang awal ke kelas dan duduk di bagian depan kelas.
Saat kelas bermula, sang profesor mengeluarkan satu kotak besar donut. Bukan
donut yang biasa tetapi yang besar dan yang punya krim di tengah-tengah.
Setiap orang sangat bersemangat karena kelas itu merupakan kelas terakhir
pada hari itu dan mereka bisa menikmati akhir pekan mereka setelah pesta di
kelas Dr Christianson.
Dr. Christianson pergi ke baris pertama dan bertanya, "Cynthia, apakah kamu
mau salah satu dari donut ini?" Cynthia menjawab, "Ya". Dr. Christianson
lalu berpaling kepada Steve, "Steve, apakah kamu mau melakukan 10 push up
agar Cynthia bisa mendapatkan donut ini?" "Tentu saja!" Steve lalu melompat
ke lantai dan dengan cepat melakukan 10 push up. Lalu Steve kembali ke
tempat duduknya. Dr.Christianson meletakkan satu donut di meja Cynthia.
Dr. Christianson lalu pergi siswa selanjutnya, dan bertanya, "Joe, apakah
kamu mau suatu donut?" Joe berkata, "Ya." Dr. Christianson bertanya, "Steve,
maukah kamu melakukan 10 push up supaya Joe bisa mendapatkan donutnya?"
Steve melakukan 10 push up, dan Joe mendapatkan donutnya. Begitulah
selanjutnya, di baris yang pertama. Steve melakukan 10 push up untuk setiap
orang sebelum mereka mendapatkan donut mereka. Di baris yang kedua, Dr.
Christianson berhadapan dengan Scott. Scott seorang pemain basket, dan
fisiknya sekuat Steve. Ia juga seorang yang sangat popular dan punya banyak
teman wanita.
Saat profesor bertanya, "Scott apakah kamu mau donut?" Jawaban Scott adalah,
"Baiklah, bisakah saya melakukan push up saya sendiri?" Dr.
Christianson berkata, "Tidak, Steve harus melakukannya. " Lalu Scott
berkata, "Kalau begitu, saya tidak mau donutnya." Dr. Christianson
mengangkat bahunya dan berpaling kepada Steve dan meminta, "Steve, apakah
kamu mau melakukan 10 push up agar Scott bisa mendapatkan donut yang tidak
ia kehendaki?" Dengan ketaatan yang sempurna Steven mulai melakukan 10 push
up. Scott berteriak, "HEI! Saya sudah berkata, saya tidak menginginkannya!
" Dr Christianson berkata, "Lihat di sini! Ini kelas saya dan semuanya ini
donut saya. Biarkan saja di atas meja jika kamu tidak menginginkannya. " Ia
lalu menempatkan satu donut di atas meja Scott.
Di waktu ini, Steve sudah mulai melakukan push up dengan agak perlahan. Ia
hanya duduk di lantai saja karena terlalu capek untuk kembali ke tempat
duduknya. Ia mulai berkeringat. Dr. Christianson mulai di baris ketiga.
Para siswa sudah mulai merasa marah. Dr Christianson bertanya kepada Jenny,
"Jenny, apakah kamu mengingikan donut ini?" Dengan tegas Jenny menjawab,
"Tidak." Lalu Dr. Christianson bertanya Steve, "Steve, maukah kamu melakukan
10 push up lagi agar Jenny bisa mendapatkan donut yang tidak ia mau?"
Steve melakukan 10 push up dan Jenny mendapatkan satu donut. Ruang sudah
mulai dipenuhi oleh rasa tidak nyaman. Para siswa sudah mulai berkata,"Tidak! " dan semua donut dibiarkan di atas meja tanpa ada yang
memakannya. Steve sudah kelelahan dan harus berusaha keras untuk tetap terus
melakukan push up untuk setiap donut itu. Lantai tempat ia melakukan push up
sudah dibasahi keringatnya dan lengannya sudah mulai kemerahan. Dr. Christianson bertanya kepada Robert, seorang ateis yang paling lantang
suaranya kalau berdebat di kelas, apakah ia mau membantu untuk memastikan
bahwa Steve tidak curang dan tetap melakukan 10 push up untuk setiap donut
karena dia sendiri sudah tidak sanggup melihat Steve melakukan push upnya.
Dr. Christianson sudah sampai ke baris ke-empat sekarang. Dan beberapa siswa
dari kelas yang lain yang sudah bergabung di kelas itu dan mereka duduk di
tangga. Saat profesor menghitung kembali, ternyata ada 34 siswa sekarang di
kelas. Ia mulai khawatir apakah Steve dapat melakukannya. Dr.Christianson melanjutkan dari satu siswa ke siswa yang selanjutnya sampai ke akhir baris itu. Dan Steve sudah mulai bergumul. Ia membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan push up-nya.
Steve bertanya kepada Dr. Christianson, "Apakah hidung saya harus menyentuh lantai untuk setiap push up yang saya lakukan?"
Dr.Christianson berpikir sejenak dan berkata, "Semuanya ini push up kamu. Kamu yang pegang kendali. Kamu bisa melakukan apa saja yang kamu mau." Dan Dr. Christianson melanjutkan ke siswa yang selanjutnya.
Beberapa saat kemudian, Jason, seorang siswa dari kelas lain dengan santai
mau masuk ke kelas, dan sebelum ia melangkahi masuk, seluruh kelas berteriak
serentak, "JANGAN! Jangan masuk! Kamu berdiri di luar saja!"
Jason kaget karena ia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Steve mengangkat
kepalanya dan berkata, "Tidak, biarkan dia masuk."
Professor Christianson berkata, "Kamu sadar bahwa jika Jason masuk, kamu
harus melakukan 10 push up untuk dia?"
Steve berkata, "Ya, biarkan dia masuk. Berikan donut kepadanya."
Dr.Christianson berkata, "Ok Steve. Jason, kamu mau donut?" Jason yang baru
masuk ke kelas dan tidak tahu apa-apa menjawab, "Ya, tentu saja, berikan
saya donut."
Steve melakukan 10 push up dengan sangat perlahan dan bersusah payah. Jason
yang kebingungan diberikan satu donut. Dr. Christianson sudah selesai dengan
baris ke-empat dan mulai ke tempat siswa-siswa dari kelas lain yang duduk di
tangga.
Tangan Steve sudah mulai gemetaran dan ia harus bergumul untuk mengangkat
dirinya melawan tarikan gravitas. Di waktu ini, keringatnya bercucuran, dan
tidak kedengaran apa-apa kecuali bunyi nafasnya yang kencang. Mata setiap
orang di kelas itu mulai basah. Dua siswa terakhir adalah dua siswa
perempuan yang sangat popular, Linda dan Susan.
Dr. Christianson pergi ke Linda, "Linda, apakah kamu mau donut?" Linda
dengan sedih berkata, "Tidak, terima kasih"
Professor Christianson dengan perlahan bertanya, "Steve, maukah kamu
melakukan 10 push up supaya Linda bisa mendapatkan donut yang tidak ia mau?"
Dengan pergumulan yang berat, Steve dengan perlahan melakukan push-up untuk
Linda. Lalu Dr Christianson berpaling kepada siswa yang terakhir,Susan.
"Susan, kamu mau donut ini?"
Susan dengan air mata yang berlinangan di pipinya mulai menangis.
"Dr Christianson, mengapa saya tidak boleh membantunya? "
Dr. Christianson, dengan mata yang berkaca-kaca berkata, "Tidak, Steve harus
melakukannya sendiri; saya telah memberinya tugas itu dan ia bertanggungjawab untuk memastikan setiap orang mempunyai kesempatan untuk
mendapat donut itu, tidak kira apakah mereka menginginkannya atau tidak.
Hanya Steve seorang saja yang mempunyai nilai yang sempurna. Setiap orang
telah gagal dalam ujian mereka, mereka entah bolos kelas atau memberikan
saya tugas yang di bawah standar. Steve memberitahu saya di latihan
football, saat seorang pemain buat salah, ia harus buat push up. Saya
memberitahu Steve bahwa tidak seorang pun dari kalian yang boleh datang ke
pesta saya melainkan ia membayar harga dengan melakukan push up bagi kalian.
Steve dan saya telah membuat perjanjian demi kalian semua."
"Steve, maukah kamu membuat 10 push up supaya Susan bisa mendapatkan donut?"
Steve dengan sangat perlahan melakukan 10 push up yang terakhirnya.
Ia tahu ia sudah menyelesaikan semua yang harus dia lakukan. Secara total,
Steve telah melakukan 350 push up, tangannya tidak tahan lagi dan ia jatuh
tersungkur ke lantai.. Dr. Christianson lalu berpaling ke kelas dan berkata,
"Dan, demikianlah, Juru Selamat kita, Yesus Kristus, di atas kayu salib, ia
telah melakukan semua yang dibutuhkan olehnya. Ia menyerahkan semuanya. Dan
seperti mereka yang ada di ruangan ini, banyak di antara kita yang
membiarkan hadiah itu begitu saja di atas meja, sama sekali tidak kita
jamah."
Dua siswa mengangkat Steve dari lantai untuk duduk di kursi, walaupun sangat
lelah secara fisik, Steve tersenyum bahagia. "Engkau sudah berbuat dengan
baik, hambaku yang baik dan setia," kata professor dan ia menambahkan,
"Tidak semua khotbah disampaikan dengan kata-kata." Berpaling kepada kelas,
profesor berkata, "Harapan saya adalah kalian dapat memahami dan sepenuhnya
mengerti akan semua kekayaan kasih karunia dan rahmat yang telah diberikan
kepada kalian lewat pengorbanan Yesus Kristus. Allah tidak menyayangkan
putra satu-satu-Nya, tetapi menyerahkan dia untuk kita semua.
Apakah kita memilih untuk menerima menolak karunia-Nya, harganya sudah lunas
dibayar."
"Apakah kita akan menjadi orang yang bodoh dan yang tidak bersyukur dengan
meninggalkan hadiah itu di atas meja?
Setahun: Imamat 5-7
Nats: Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan
Allah dari awal sampai akhir. (Pengkhotbah 3:11)
Seorang petani mempunyai seekor kuda jantan yang sangat disayanginya. Setiap hari, dengan telaten ia merawat kuda itu. Suatu kali kuda itu kabur. Para tetangga datang menyampaikan rasa simpati atas kehilangan yang dialami si petani. Sebulan kemudian kuda itu balik lagi disertai serombongan kuda liar dari gunung. Rupanya kuda itu lari ke hutan. Dan, ketika kembali ia diikuti oleh teman-temannya. Para tetangga datang memberi ucapan selamat karena kini ia memiliki banyak kuda.
Suatu hari anak laki-laki si petani berusaha mengendarai salah seekor kuda liar itu. Entah bagaimana ia terjatuh. Kakinya terinjak oleh si kuda liar hingga patah. Akibatnya ia menjadi lumpuh. Para tetangga datang lagi menyatakan rasa simpati. Satu tahun berselang terjadilah perang. Semua pemuda harus berangkat ke medan perang. Hanya anak laki-laki si petani yang dibebaskan untuk tidak ikut berperang karena ia lumpuh. Dan ia satu-satunya pemuda yang selamat dari desa itu.
Di balik musibah kerap tersimpan berkat. Sebaliknya, di balik berkat tidak jarang tersembunyi kesusahan. Maka penting sekali untuk kita selalu mawas diri. Jangan kecil hati ketika tertimpa musibah, sebab dari situ bisa saja kita menuai kebahagiaan. Tetapi juga tidak lupa diri saat bergelimang berkat, sebab bisa saja kemudian kita mengalami kesusahan. Apa yang tampaknya seperti "ujung jalan" kerap hanya sebuah "belokan", masih ada kelanjutannya. Seperti kata Pengkhotbah, untuk segala sesuatu di dunia ini ada waktunya; waktu suka waktu duka, waktu manis waktu pahit. Kita tidak bisa menyelami sepenuhnya pekerjaan Tuhan -AYA
APABILA DUKA MENIMPA INGAT SAAT SUKA
SUPAYA TIDAK KECIL HATI.
APABILA SUKA MENGHAMPIRI INGAT SAAT DUKA
SUPAYA TIDAK LUPA DIRI
_____________________________________________
Pengkhotbah 3:1-13
1. Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.
2 Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;
3 ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun;
4 ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;
5 ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk;
6 ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang;
7 ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara;
8 ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.
9 Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah?
10 Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya.
11. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.
12 Aku tahu bahwa untuk mereka tak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka.
13 Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah.
Ibu ini sangat sedih hatinya, sebab jika tempe tersebut tidak jadi berarti ia tidak akan mendapatkan uang karena tempe yang belum jadi tentunya tidak laku dijual. Padahal mata pencaharian si ibu satu-satunya hanyalah dari menjual tempe saja agar ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Dalam suasana hatinya yang sedih, si ibu yang memang aktif beribadah di Gerejanya teringat akan firman Tuhan yang menyatakan bahwa Tuhan dapat melakukan perkara-perkara ajaib, bahwa bagi Tuhan tiada yang mustahil. Lalu ia pun menumpangkan tangannya di atas tumpukan beberapa batangan kedele yang masih dibungkus dengan daun pisang tersebut.
"Bapak di Surga, aku mohon kepadaMu agar kedele ini menjadi tempe. "Dalam nama Yesus, Amin". Demikian doa singkat si Ibu yang dipanjatkannya dengan sepenuh hati.. Ia yakin dan percaya pasti Tuhan menjawab doanya.
Lalu, dengan tenang ia menekan-nekan bungkusan bakal tempe tersebut dengan ujung jarinya.
Dengan hati yang deg-deg-an, Ia mulai membuka sedikit bungkusannya untuk melihat mukjijat kedele jadi tempe terjadi. Namun apa yang terjadi?
Dengan kaget dia mendapati bahwa kedele tersebut masih tetap kedele!
Si Ibu tidak kecewa . Ia berpikir bahwa mungkin doanya kurang jelas didengar Tuhan. Lalu kembali ia menumpangkan tangan di atas batangan kedele tersebut. "Bapa di surga, aku tahu bahwa bagiMu tiada yang mustahil. Tolonglah aku supaya hari ini aku bisa berdagang tempe karena itulah mata pencaharianku. Aku mohon dalam nama Yesus jadilah ini menjadi tempe. Dalam nama Yesus, Amin."
Dengan Iman, Iapun kembali membuka sedikit bungkusan tersebut. Lalu apa yang terjadi? Dengan kaget ia melihat bahwa kacang kedele tersebut ???......... ........masih tetap begitu !
Sementara hari semakin siang dimana pasar tentunya akan semakin ramai.
Si ibu dengan tidak merasa kecewa atas doanya yang belum terkabul, merasa bahwa bagaimanapun sebagai langkah iman ia akan tetap pergi ke pasar membawa keranjang berisi barang dagangannya itu. Ia berpikir mungkin mujijat Tuhan akan terjadi di tengah perjalanan ia pergi ke pasar.
Lalu ibu itupun bersiap-siap untuk berangkat ke pasar. Semua keperluannya untuk berjualan tempe seperti biasanya sudah disiapkannya. Sebelum beranjak dari rumahnya, ia sempatkan untuk menumpangkan tangan sekali lagi. "Bapa di surga, aku percaya Engkau akan mengabulkan doaku. Sementara aku berjalan menuju pasar, Engkau akan mengadakan mukjijat buatku. Dalam nama Yesus, Amin."
Lalu ia pun berangkat. Di sepanjang perjalanan ia tidak lupa menyanyikan beberapa lagu puji-pujian.
Tidak lama kemudian sampailah ia di pasar. Dan seperti biasanya ia mengambil tempat untuk menggelar barang dagangannya. Ia yakin bahwa tempenya sekarang pasti sudah jadi. Lalu iapun membuka keranjangnya dan pelan-pelan menekan-nekan dengan jarinya bungkusan tiap bungkusan yang ada. Perlahan ia membuka sedikit daun pembungkusnya dan melihat isinya.
Apa yang terjadi? Ternyata saudara-saudara.................tempenya benar benar...................... belum jadi ! Si Ibu menelan ludahnya. Ia tarik napas dalam-dalam. Ia mulai kecewa pada Tuhan karena doanya tidak dikabulkan. Ia merasa Tuhan tidak adil. Tuhan tidak kasihan kepadanya. Ia hidup hanya mengandalkan hasil menjual tempe saja. Selanjutnya, ia hanya duduk saja tanpa menggelar dagangannya karena ia tahu bahwa mana ada orang mau membeli tempe yang masih setengah jadi.
Sementara hari semakin siang dan pasar sudah mulai sepi dengan pembeli. Ia melihat dagangan teman-temannya sesama penjual tempe yang tempenya sudah hampir habis. Rata-rata tinggal sedikit lagi tersisa.
Si ibu tertunduk lesuh. Ia seperti tidak sanggup menghadapi kenyataan hidupnya hari itu. Ia hanya bisa termenung dengan rasa kecewa yang dalam. Yang ia tahu bahwa hari itu ia tidak akan mengantongi uang sepeserpun.
Tiba-tiba ia dikejutkan dengan sapaan seorang wanita. "Bu?! Maaf ya, saya mau tanya. Apakah ibu menjual tempe yang belum jadi? Soalnya dari tadi saya sudah keliling pasar mencarinya."
Seketika si ibu tadi terperangah. Ia kaget. Sebelum ia menjawab sapaan wanita di depannya itu, dalam hati cepat-cepat ia berdoa "Tuhan? saat ini aku tidak butuh tempe lagi".
Aku tidak butuh lagi.Biarlah daganganku ini tetap seperti semula. Dalam nama Yesus, dalam nama Yesus, Amin."
Tapi kemudian, ia tidak berani menjawab wanita itu. Ia berpikir jangan-jangan selagi ia duduk-duduk termenung tadi, tempenya sudah jadi.. Jadi ia sendiri saat itu dalam posisi ragu-ragu untuk menjawab ya kepada wanita itu. "Bagaimana nih?" ia pikir.
"Kalau aku katakan iya, jangan-jangan tempenya sudah jadi. Siapa tahu tadi sudah terjadi mukjijat Tuhan?" Ia kembali berdoa dalam hatinya, "Ya Tuhan, biarlah tempeku ini tidak usah jadi tempe lagi.
Sudah ada orang yang kelihatannya mau beli. Tuhan, tolonglah aku kali ini. Tuhan dengarkanlah doaku ini.." ujarnya berkali-kali.
Lalu, sebelum ia menjawab wanita itu, ia pun membuka sedikit daun penutupnya. Lalu ? apa yang dilihatnya Saudara-Saudara ??? Ternyata?? Ternyata? memang benar tempenya belum jadi! Ia bersorak senang dalam hatinya. Puji Tuhan... Puji Tuhan, katanya.
Singkat cerita wanita tersebut memborong semua dagangan si Ibu itu.
Sebelum wanita itu pergi, ia penasaran kenapa ada orang yang mau beli tempe yang belum jadi.
Ia bertanya kepada si wanita, dan wanita itu mengatakan bahwa anaknya di Yogya mau tempe yang berasal dari desa itu. Berhubung tempenya akan dikirim ke Yogya jadi ia harus membeli tempe yang belum jadi, supaya agar setibanya di sana tempenya sudah jadi. Kalau tempe yang sudah jadi yang dikirim maka setibanya di sana nanti tempe tersebut sudah tidak bagus lagi dan rasanya sudah tidak enak.
------------------------------------
Apa yang bisa kita simpulkan dari kesaksian sederhana di atas?
Pertama: Kita sering memaksakan kehendak kita kepada Tuhan pada saat kita berdoa, padahal sebenarnya Tuhan lebih mengetahui apa yang kita perlukan.
Kedua : Tuhan menolong kita dengan caraNya yang sama sekali di luar perkiraan kita sebelumnya.
Ketiga : Tiada yang mustahil bagi Tuhan
Keempat : Percayalah bahwa Tuhan akan menjawab doa kita sesuai dengan rancanganNya.
Monika, Ibu Santo Agustinus dari Hippo, adalah seorang ibu teladan. Iman dan cara hidupnya yang terpuji patut dicontoh oleh ibu-ibu Kristen terutama mereka yang anaknya tersesat oleh berbagai ajaran dan bujukan dunia yang menyesatkan. Riwayat hidup Monika terpaut erat dengan hidup anaknya Santo Agustinus yang terkenal bandel sejak masa mudanya. Monika lahir di Tagaste, Afrika Utara dari sebuah keluarga Kristen yang saleh dan beribadat. Ketika berusia 20 tahun, ia menikah dengan Patrisius, seorang pemuda kafir yang cepat panas hatinya.
Dalam kehidupannya bersama Patrisius, Monika mengalami tekanan batin yang hebat karena ulah Patrisius dan anaknya Agustinus. Patrisius mencemoohkan dan menertawakan usaha keras isterinya mendidik Agustinus menjadi seorang pemuda yang luhur budinya. Namun semuanya itu ditanggungnya dengan sabar sambil tekun berdoa untuk memohon campur tangan Tuhan. Bertahun-tahun lamanya tidak ada tanda apa pun bahwa doanya dikabulkan Tuhan. Baru pada saat-saat terakhir hidupnya, Patrisius bertobat dan minta dipermandikan. Monika sungguh bahagia dan mengalami rahmat Tuhan pada saat-saat kritis suaminya.
Ketika itu Agustinus berusia 18 tahun dan sedang menempuh pendidikan di
Monika berlari meminta bantuan kepada seorang uskup. Kepadanya uskup itu berkata: “Pergilah kepada Tuhan! Sebagaimana engkau hidupa, demikian pula anakmu, yang bagimu telah kaucurahkan banyak air mata dan doa permohonan, tidak akan binasa. Tuhan akan mengembalikannya kepadamu.” Nasehat pelipur lara itu tidak dapat menenteramkan hatinya. Ia tidak tega membiarkan anaknya lari menjauhi dia, sehingga ia menyusul anaknya ke Italia. Di
Santo Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja
Agustinus adalah Bapa Gereja purba yang terkenal. Ia lahir di Tagaste (sekarang: Soukh-Ahras), Afrika Utara pada tanggal 13 November 354. Ibunya, Monika, seorang yang beriman Kristen dari sebuah keluarga yang taat agama; sedangkan ayahnya Patrisius, seorang tuan tanah dan sesepuh
Semenjak kecil Agustinus sudah menampilkan kecerdasan yang tinggi. Karena itu ayahnya mencita-citakan agar ia menjadi seorang yang terkenal. Ia masuk sekolah dasar di Tagaste. Karena kecerdasannya, ia kemudian dikirim untuk belajar bahasa latin dan macam-macam tulisan latin di Madauros. Pada usia 17 tahun, ia di kirim ke Kartago untuk belajar ilmu retorika.
Pada tahun 383 ia pergi ke Roma lalu ke Milano,
Agustinus yang telah banyak mendalami filsafat itu akhirnya terbuka pikirannya dan melihat kebenaran sejati, yakni wahyu ilahi yang dibawakan Yesus Kristus. Ia kemudian bertobat dan bersama dengan sahabatnya Alipius, ia dipermandikan pada tahun 387. Dalam bukunya ‘Confession’, ia menulis riwayat hidup dan pertobatannya dan dengan terus terang mengakui betapa ia sangat terbelenggu oleh kejahatan dosa dan ajaran Manikeisme. Suara hatinya terus mendorong dia agar memperbaiki cara hidupnya seperti banyak orang lain yang meneladani Santo Antonius dari Mesir.
Pada tahun 388, ia kembali ke Afrika bersama ibunya Monika. Di
Sebagai seorang uskup, Agustinus sangat menaruh perhatian besar pada umatnya terutama yang miskin dan melarat. Dialah yang mendirikan asrama dan rumah sakit pertama di Afrika Utara demi kepentingan umatnya. Agustinus meninggal dunia pada tanggal 28 Agustus 430 tatkala bangsa Vandal mengepung Hippo. Jenazah Agustinus berhasil diamankan oleh umatnya dan kini dimakamkan di basilik Santo Petrus.