Sebuah perjuangan terbesar

on Minggu, 29 Agustus 2010
Oleh: Arvan Pradiansyah,
pengamat kepemimpinan dan penulis buku You Are A Leader!
e-mail:
kepemimpinan@ republika. co.id
faksimile: 021-7983623

Dua orang lelaki yang datang
bertamu ke rumah seorang bijak tertegun keheranan. Mereka melihat si
orang bijak sedang bekerja keras. Ia mengangkut air dalam ember
kemudian menyikat lantai rumahnya. Keringatnya deras bercucuran.
Menyaksikan keganjilan ini salah seorang lelaki ini bertanya,
''Apakah yang sedang engkau lakukan hai orang bijak?''

Orang bijak menjawab, ''Tadi
aku kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat kepadaku. Aku
memberikan banyak nasihat yang sangat bermanfaat bagi mereka.
Merekapun tampak puas dan bahagia mendengar semua perkataanku. Namun,
setelah mereka pulang tiba-tiba aku merasa menjadi orang yang hebat.
Kesombonganku mulai bermunculan. Karena itu, aku melakukan pekerjaan
ini untuk membunuh perasaan sombongku itu.''

Para pembaca yang budiman,
sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua yang
benih-benihnya sering muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah,
sombong sering disebabkan karena faktor materi. Kita merasa lebih
kaya, lebih cantik, dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong
sering disebabkan faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih
kompeten, lebih bijaksana dan lebih berwawasan dibandingkan orang
lain.

Di tingkat ketiga, sombong
sering disebabkan faktor kebaikan. Kita seringkali menganggap diri
kita lebih berakhlak, lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus
dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi
tingkat kesombongan ini, semakin sulit pula kita mendeteksinya.
Sombong karena materi akan sangat mudah terlihat tetapi sombong
karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi
karena seringkali hanya berbentuk benih-benih yang halus di dalam
hati kita.

Akar dari kesombongan ini
adalah ego yang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Pada tataran
yang wajar, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri
(self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence) . Namun, begitu
kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada
sangat dekat dengan kesombongan. Bahkan, seringkali batas antara
bangga dan sombong tak terlalu jelas.

Diri kita sebenarnya terdiri
atas dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan diri sejati di lain
kutub. Pada saat dilahirkan ke dunia, kita sepenuhnya berada dalam
kutub diri sejati, kita lahir dalam keadaan telanjang dan tak punya
apa-apa. Kita sama sekali bebas dari materi apapun. Tetapi, seiring
dengan berjalannya waktu, kita mulai memiliki berbagai kebutuhan
materi. Bahkan, lebih dari sekedar yang kita butuhkan dalam hidup,
kelima indra kita selalu mengatakan bahwa kita membutuhkan yang lebih
banyak lagi.

Perjalanan hidup seringkali
mengantarkan kita menuju kutub ego. Perjalanan inilah yang
memperkenalkan kita kepada kesombongan, kerakusan, serta iri dan
dengki. Ketiga sifat ini adalah akar segala permasalahan yang terjadi
dalam sejarah umat manusia.

Perjuangan melawan
kesombongan sebenarnya adalah perjuangan menarik diri kita ke kutub
diri sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya
ada dua perubahan paradigma yang perlu Anda lakukan. Pertama, Anda
perlu menyadari bahwa hakikat manusia adalah diri sejati, kita
bukanlah makhluk fisik tetapi makhluk spiritual.

Diri sejati kita adalah
spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah syarat kita untuk hidup
di dunia. Kita lahir tanpa membawa apa-apa, dan kita mati pun tanpa
membawa apa-apa. Pandangan seperti ini akan membuat Anda melihat
siapapun sebagai manusia yang sama. Anda tidak akan lagi tertipu oleh
penampilan, kecantikan, dan segala ''tampak luar'' yang lain. Yang
kini Anda lihat adalah ''tampak dalam.'' Pandangan seperti ini sudah
pasti akan menjauhkan Anda dari berbagai kesombongan.

Kedua, Anda perlu menyadari
bahwa apapun perbuatan baik yang Anda lakukan, semuanya itu
semata-mata adalah untuk diri Anda sendiri. Anda menolong orang untuk
kebaikan Anda sendiri. Anda memberikan sesuatu kepada orang lain
adalah untuk Anda sendiri.

Dalam hidup ini berlaku
hukum kekekalan energi: Energi yang Anda berikan kepada dunia tak
akan pernah hilang. Energi itu akan kembali kepada Anda dalam bentuk
yang lain. Kebaikan yang Anda lakukan pasti akan kembali kepada Anda
dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, perasaan bermakna maupun
kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik pada orang
lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri.
Kalau begitu, apalagi yang harus kita sombongkan?

Perjalanan menuju
kepemimpinan senantiasa dimulai dengan mengalahkan ego dan
kesombongan. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ujiannya adalah
pada pemilu kali ini. Para ''reformis'' yang mengklaim dirinya layak
menjadi presiden sudah saatnya duduk bersama dan mengalahkan egonya
masing-masing. Tanpa mengalahkan ego ini, mustahil mereka bisa
menang. Kalau ini yang terjadi, jangan-jangan bangsa kita akan
kembali dipimpin orang-orang yang tidak amanah dan hanya mementingkan
dirinya sendiri.

Kita Masih Diberi Waktu

Apakah makna pergantian
tahun bagi Anda? Bagaimana pula cara yang biasa Anda lakukan untuk
menyambut datangnya tahun baru? Pertanyaan-pertanya an inilah yang
senantiasa muncul di kepala saya setiap menghadapi pergantian tahun.
Ini memang pertanyaan penting yang amat perlu kita renungkan.

Pertanyaan mengenai makna
mungkin agak sulit dijawab langsung. Anda perlu meluangkan waktu
sebentar untuk merenungkannya. Sebaliknya pertanyaan mengenai cara
sangat mudah dijawab. Pada dasarnya ada dua cara yang dilakukan orang
menyambut tahun baru. Pertama, dengan bergembira dan berpesta, mulai
dari pesta rakyat sampai dengan perhelatan di hotel-hotel berbintang.
Kedua, dengan merenung, baik yang dilakukan sendirian maupun
bersama-sama dalam satu forum. Kedua cara ini didasari oleh dua
pandangan yang berbeda dalam melihat dunia.

Orang yang merayakan tahun
baru dengan berpesta mungkin memandang hidup ini sebagai sebuah garis
lurus atau sebuah tangga. Dengan demikian pergantian tahun dipandang
sebagai umur yang bertambah, sebagai sebuah pencapaian yang patut
dirayakan, sama seperti halnya merayakan ulang tahun kita. Ini
tentunya berbeda dengan mereka yang menyambut tahun baru dengan
renungan. Bagi mereka hidup adalah sebuah lingkaran.

Mengapa demikian? Marilah
kita lihat. Kehidupan ini adalah laksana sebuah perjalanan. Kita
memulainya dari satu titik, dan kita akan mengakhiri perjalanan kita
persis di titik yang sama. Dalam bahasa agama dikatakan bahwa kita
berasal dari Tuhan dan kita akan kembali kepada Tuhan.

Dahulu kita tidak ada dan
nantinya juga tidak ada lagi. Kita memulai perjalanan kita dalam
keadaan telanjang dan tidak memiliki apa-apa. Kita pun akan
mengakhiri perjalanan kita dengan cara yang sama.

Coba renungkan sebentar
analogi di atas. Kalau demikian, begitu Anda memulai perjalanan
sebetulnya Anda sedang berjalan untuk kembali ke titik awal. Dalam
sebuah lingkaran, pertambahan senantiasa berarti pengurangan. Semakin
umur Anda bertambah, semakin pendeklah umur Anda dan semakin dekatlah
Anda pada ketiadaan.

Panjang pendeknya umur
seseorang hanyalah ditentukan oleh besar kecilnya lingkaran. Semakin
besar lingkaran tersebut semakin lamalah perjalanan yang akan Anda
tempuh, sebaliknya semakin kecil lingkaran, semakin pendeklah
perjalanan Anda.

Nah, kalau demikian,
pergantian tahun hanyalah berarti satu hal: Anda sudah semakin dekat
dengan kematian. Karena itu, Anda harus waspada. Bergembira tentunya
boleh-boleh saja. Namun, seringkali kegembiraan membuat kita lupa dan
terlena.

Masalahnya, kita tak pernah
tahu berapa besar lingkaran yang kita miliki. Kita tak tahu berapa
lama lagi kita akan kembali ke titik awal. Kita tak tahu kapan
''kontrak;'' kita habis. Tidak ada tanda-tanda yang jelas untuk itu.
Orang muda yang segar bugar bisa dipanggil secara mendadak. Orang
yang sedang berada di puncak karier sekonyong-konyong bisa berpulang
kepada Tuhan. Semuanya terjadi secara mengejutkan dan tiba-tiba.

Sebetulnya kalau kita mau
merenungkan hidup ini secara lebih dalam, ada tanda-tanda yang bisa
mengingatkan kita pada hal ini. Itulah yang terjadi pada saat kita
tidur. Tidur itu adalah saudaranya mati. Bukankah kondisi orang yang
tidur persis sama seperti orang mati? Kita tak bisa berkata apa-apa.
Telinga kita terbuka lebar tapi kita tak bisa mendengar. Posisi
kitapun tak jauh beda dengan orang yang mati.

Karena itulah kita perlu
berdoa sebelum tidur agar kita tidur dalam kebaikan dan rahmat Tuhan.
Begitu kita terbangun di pagi hari kita pun perlu mengucapkan syukur
kepada Tuhan yang memberikan lagi satu hari yang indah untuk kita
nikmati. Demikianlah cara kita hidup dari hari ke hari. Tiap hari
kita sebenarnya melalui sebuah proses yang berulang-ulang. Pagi-pagi
kita hidup, beraktivitas, dan malamnya kembali ''mati.'' Sampai pada
suatu saat nanti kita akan tidur untuk selama-lamanya.

Kalau Anda berpikir
demikian, Anda tak akan pernah melewatkan waktu Anda dengan
berhura-hura. Anda pun akan menjauhi kemarahan dan permusuhan. Hidup
memang cuma sebentar, karena itu mari kita manfaatkan waktu kita
bersama orang-orang yang kita cintai. Setiap kali bertemu dan
berpisah dengan siapapun, kita selalu akan memastikan bahwa kita
telah memberikan yang terbaik, sebab siapa tahu itu adalah pertemuan
kita yang terakhir.

Hidup adalah anugerah karena
itu marilah kita isi dengan kebaikan dan cinta kasih. Saya ingin
menutup tulisan ini dengan sebuah lagu inspiratif dari Ebiet G Ade:
''Kita mesti bersyukur bahwa kita masih diberi waktu/ Entah sampai
kapan tak ada yang bakal dapat menghitung/ Hanya atas kasihNya hanya
atas kehendakNya, kita masih bertemu matahari/ Kepada rumpun ilalang,
kepada bintang gemintang/ Kita dapat mencoba meminjam catatannya.' '

''Sampai kapankah gerangan,
waktu yang masih tersisa/ Semuanya menggeleng, semuanya terdiam/
Semuanya menjawab tak mengerti/ Yang terbaik hanyalah segeralah
bersujud/ Mumpung kita masih diberi waktu.''.

Oleh: Arvan Pradiansyah,
pengamat masalah kepemimpinan dan penulis buku You Are A Leader!
e-mail: kepemimpinan@ republika. co.id faksimile: 021-7983623


"...Bila engkau penat menempuh jalan panjang, menanjak dan berliku..
dengan perlahan ataupun berlari, berhenti dan duduklah diam..
pandanglah
ke atas.. 'Dia' sedang melukis pelangi untukmu.."

READ MORE - Sebuah perjuangan terbesar

Namanya Juga Anak Muda

Rekan-rekan member Elia, jika menginginkan artikel-artikel lama, silahkan kirim permintaan Anda dengan menyebut JUDUL yang dimaksud dan kirim ke support@elia-stories.com

Oleh Eka Darmaputera

Tubuhnya yang kecil serta wajahnya yang naif, tak dapat menyembunyikan usianya yang memang baru belasan. Tepatnya, 16 tahun. Bagi saya, "anak" ini mewakili generasi sebayanya. Mungkin tak semuanya, namun paling sedikitnya sebagian dari mereka.

Pagi itu ia -- sebut saja namanya "Irene" -- datang, meminta agar pernikahannya dapat diberkati digereja. Tentu saja saya terkejut. Saya mengenal benar "anak" ini. Ia pernah jadi "anak didik" saya.

"Mengapa begitu cepat? Dan mengapa begitu tiba-tiba?", tanya saya. "Saya sudah hamil empat bulan,pak", jawabnya.

"Hamil? Empat bulan?"

"Ya, pak".

"Apa yang terjadi? Dengan siapa?" Lalu ia pun bercerita. Bla bla bla. Tanpa beban. Setelah itu, giliran saya ber"khotbah". Bla bla bla. Sangat penasaran.

Akhirnya saya bertanya, "Apa kamu tidak menyesal?".

"Menyesal sih menyesal,pak".

"Menyesal karena apa yang telah kalian lakukan, atau sekadar karena kamu hamil?"

"Ya terutama karena saya hamil, pak. Sebab sebenarnya saya 'kan masih pengen sekolah, pak".

"Itu artinya kamu tidak menyesal karena "dosa" yang telah kamu lakukan. Begitu, bukan?,"tanya saya - wah, gemasnya!

"Yah, namanya juga anak muda, pak, "jawabnya. Enteng sekali.

SAYA setuju dengan Barclay yan gmengatakan, bahwa etika Kristen harus berbicara mengenai masalah "seks pra-nikah" ini dengan serius. Bukan saja karena jumlahnya semakin banyak, tetapi terutama karena kegiatan seksual ini-- dengan lambat, tapi pasti -- kian menahbiskan diri sebagai kegiatan seksual yang "normal". Sekiranya tidak terjadi wabah HIV/AIDS, kecenderungan ini pasti kian tak terbendung.

Namun begitu, banyak orang toh memilih diam atau sekadar mencaci-maki tak keruan. Orang-orang yang menolak seks pra-nikah dengan sepenuh keyakinan kian terpinggirkan. Karenanya, enggan menampilkan posisinya dengan lantang dan terus terang.

Di Barat, sejak puluhan tahun silam, malah muncul teolog-teolog kristen yang justru membela praktik ini. Salah satunya yang paling terkenal adalah Joseph Fletcher. Profesor etika Kristen ini antara lain menulis,"Kultus keperawanan agaknya akan menjadi benteng perlawanan terakhir terhadap kebebasan seks, dan pasti akan ambruk. Sebab kini, berkat perkembangan di bidang kedokteran, orang bisa bebas melakukan kegiatan seksualnya tanpa dibayangi ketakutan seperti sebelumnya".

Memang tidak semua yang dikatakan Fletcher itu salah. Namun, saya mohon, jangan pula pandangan-pandangannya itu kita telan bulat-bulat. Sebab tidak semua yang walaupun dikatakan oleh seorang profesor, bermanfaat bagi kekristenan.

Ini telah diingatkan oleh seorang teolog lain, Malcolm Muggeridge, yang mengatakan, "Kita telah membiarkan seniman-seniman kita dengan bebas menghancurkan kesenian; penulis-penulis kita menghancurkan kesusastraan; sarjana-sarjana kita menghancurkan keilmuwanan; dan agamawan-agamawan kita menghancurkan agama. Kita mengembang-biakkan barbarian di rumah kita sendiri".

Kebungkaman banyak orang terhadap masalah seks pra-nikah, adalah ke"diam"an yang berbahaya. Seperti diilustrasikan oleh eksperimen terkenal dari seorang psikolog, Profesor John Court.

Seekor katak ia taruh di sebuah wadah yang berisi air dingin. Pelahan-pelahan sekali, suhu air itu dinaikkan. Sedikit demi sedikit, sampai akhirnya ke titik didih. Namun yang mengherankan adalah, katak itu kalem-kalem saja. Tak sedikit pun ia berusaha menyelamatkan diri. Rupanya proses perubahan itu berlangsung begitu lambatnya, sehingga katak itu nyaris tak merasakan apa-apa. Karena ke"diam"annya itulah, ia mati.

APA yang disebutsebagai "revolusi seks", juga demikian. Ia terjadi dengan bergugurannya"tabu-tabu" - tidak sekaligus, melainkan satu demi satu. Tidak kentara. Eksperimen di atas mengingatkan, justru karena itulah "revolusi" ini layak kita cermati dengan serius. Sebelum kita terkejut, lalu cuma bisa tergagap-gagap.

Dalam salah satu refleksi kita yang terdahulu saya telah menyinggung, bagaimana orang modern cenderung memisahkan"seks" dari "pernikahan". "Seks pra-nikah" adalah salah satu wujudnya.

Menurut Barclay, ada tiga alasan yang paling kerap dikemukakan orang, guna membenarkan kegiatan seksual yang dilakukan sebelum -- atau di luar --perkawinan.

Pertama, adalah ANTISIPASI. Ini adalah kegiatan seksual yang dilakukan oleh sepasang anak manusia yang saling mencinta. Begitu rupa, sehingga mereka merasa yakin dan pasti, bahwa pada suatu saat mereka akan menikah.

Meng"antisipasi" pernikahan mereka yang "pasti" itulah, mereka tanpa ragu melakukan hubungan seks."Apasalahnya? Kami toh pasti akan menikah".

Tindakan yang mereka lakukan itu, mungkin secara esensial memang belum dapat dikategorikan sebagai "zinah". Motivasi mereka pun boleh jadi memang tulus. Namun,toh ada dua hal yang perlu dikemukakan.

(a) mereka mengatakan, bahwa untuk mengekspresikan cinta kasih mereka yang murni itulah, mereka melakukan hubungan seks. Pertanyaan saya adalah, mengapa tidak sebaliknya? Mengapa mereka tidak mengekspresikannya, justru dengan tidak melakukan hubungan seks sebelum mereka benar-benar suami-istri? Bukankah salah satu ekspresi cinta yang sejati. adalah kesanggupan mengendalikan diri?

Kemudian, (b), apa sih yang betul-betul pasti di dunia ini? Dari mana mereka bisa begitu yakin, bahwa mereka pasti akan menikah - pada satu hari? Dalam hidup ini, anak-anakku, tak ada yang 100% pasti. Buktinya amat banyak. Tidak bijaklah mengantisipasi sesuatu, yang di luar daya kita untuk meng"antisipasi"nya!

ARGUMENTASI kedua, saya sebut saja,SIMULASI. Atau "coba dulu baru beli". Kata mereka, "Membeli baju atau sepatu saja 'kan perlu mencoba dahulu. Apa lagi mau menikah. Sebab itu"mencoba" itu perlu, agar orang mengetahui dengan pasti, bahwa memang "dia"lah orangnya, dengan siapa ia akan menghabiskan seluruh sisa umurnya. Caranya? Dengan "hidup bersama" dulu. "Hidup bersama "dijadikan "simulasi" atau "tiruan" hidup perkawinan yang sesungguhnya.

Argumentasi ini sepintas lalu terkesan masuk akal. Tapi sebenarnya ia mengandung salah-perkiraan yang fundamental! Salah besarlah, orang yang menyangka bahwa hidup perkawinan itu dapat disimulasikan. "Hidup bersama" tidak pernah mungkin menggambarkan "hidup perkawinan" yang sesungguhnya.

Dalam kaitan ini, Barclay mengemukakan sebuah analogi yang menarik. Tentang seorang yang memutuskan, untuk beberapa bulan hidup di daerah kumuh bersama-sama dengan orang-orang miskin. Dengan jalan itu, ia berharap bisa mengalami secara langsung dan pribadi, bagaimana rasanya jadi orang melarat itu.

Maksud yang mulia! Tapi salah perhitungan. Tinggal di daerah kumuh memang dapat memberikan banyak pengalaman berharga. Tapi tetap tidak mungkin membuat orang benar-benar mengetahui "bagaimana sih rasanya jadi orang melarat itu" .

Mengapa? Sebab ada perbedaan yang sangat mendasar. Si relawan bisa setiap saat meninggalkan situasi kemiskinan itu. Pengalamannya dapat menjadi bagaikan petualangan dan ekskursi yang romantis, seperti ketika orang berlibur dengan berkemah di hutan. Tidak enak, tapi nikmat. Sedang orang-orang miskin itu? Mereka tidak punya pilihan lain. Seumur hidup mereka, mereka sudah terperangkap oleh ke melaratan mereka. Dan ini melahirkan dua sikap, bahkan mentalitas, yang berbeda!

Intinya adalah, "perkawinan" tidak pernah dapat di"eksperimen"kan. Sebab perkawinan adalah sebuah "komitmen". Orang tidak dapat meng"eskperimen"kan komitmen. Yang mungkin hanyalah, "menerima" atau "menolak". Tidak ada peluang untuk "coba-coba".

KETIGA, adalah alasan yang mengatakan bahwa ESENSI adalah segala-galanya. Perkawinan itu lebih daripada sekadar secarik kertas atau sebuah seremoni. Esensi sebuah perkawinan adalah komitmen untuk membangun relasi. Inilah yang terpenting, dengan atau tanpa perkawinan. Dengan atau tanpa formalitas.

Argumentasi yang jitu, bukan? Esensi dan kualitas tentu saja memang lebih utama ketimbang bungkus luarnya. Tapi apakah itu berarti, formalitas tidak ada nilainya? Kenyataan menunjukkan, walaupun formalitas bukan segala-galanya, tapi orang memerlukannya.

Sebuah "kontrak kerja", misalnya, memang tidak menjamin adanya komitmen yang tulus dari kedua belah pihak. Tapi paling sedikit ia memberi "pegangan". Orang bisa melakukan tindakan hukum bila itu dilanggar.

Yang saya khawatirkan adalah, orang yang mengatakan bahwa "komitmen, bukan formalitas yang penting", sebenarnya adalah orang yang menolak komitmen.

Orang yang mengatakan bahwa formalitas pernikahan tidak penting -- sebab hanya cinta kasih, relasi dan komitmen-lah yang penting -- sering adalah orang yang menolak untuk memberi komitmen "resmi".

Mereka masuk dari pintu depan, tapi diam-diam menyiapkan "pintu darurat" di belakang. Agar sewaktu-waktu mereka bisa melarikan diri dari komitmen dan relasi, yang selalu mereka katakan paling penting itu. Dan melarikan diri dengan mudah, tanpa direpotkan oleh tetek-bengek formalitas, seperti mengurus surat cerai dan sebagainya. Nah., ketahuan "belang"nya, bukan?

READ MORE - Namanya Juga Anak Muda

mengAPA BEBANku "Berat Sekaliiii" ?

on Kamis, 26 Agustus 2010
Mengapa bebanku berat sekali?" aku berpikir sambil membanting pintu kamarku dan
bersender.

"Tidak adakah istirahat dari hidup ini? "

Aku menghempaskan badanku ke ranjang, menutupi telingaku dengan bantal.

"Ya Tuhan, " aku menangis, "Biarkan aku tidur...Biarkan aku tidur dan tidak pernah bangun
kembali!" Dengan tersedu-sedu, aku mencoba untuk meyakinkan diriku untuk melupakan.

Tiba-tiba gelap mulai menguasai pandanganku, Lalu, suatu cahaya yang sangat bersinar mengelilingiku ketika aku mulai sadar. Aku memusatkan perhatianku pada sumber cahaya itu. Sesosok pria berdiri di depan salib.

"Anakku, " orang itu bertanya, " Mengapa engkau datang kepada-Ku sebelum Aku siap memanggilmu? "

" Tuhan, aku mohon ampun. Ini karena... aku tidak bisa melanjutkannya. Kau lihat! betapa
berat hidupku. Lihat beban berat di punggungku. Aku bahkan tidak bisa mengangkatnya lagi. "

" Tetapi, bukankah Aku pernah bersabda kepadamu untuk datang kepadaku semua yang letih lesu dan berbeban berat, karena Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.
Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan. "

" Aku tahu Engkau pasti akan mengatakan hal itu. Tetapi kenapa bebanku begitu berat?"

" Anak-Ku, setiap orang di dunia memiliki beban. Mungkin kau ingin mencoba salib yang lain?"

" Aku bisa melakukan hal itu?"

Ia menunjuk beberapa salib yang berada di depan kaki-Nya. Kau bisa mencoba semua ini.
Semua salib itu berukuran sama. Tetapi setiap salib tertera nama orang yang memikulnya.

" Itu punya Joan, " kataku.

Joan menikah dengan seorang kaya raya. Ia tinggal di lingkungan yang nyaman dan
memiliki 3 anak perempuan yang cantik dengan pakaian yang bagus-bagus.

Kadangkala ia menyetir sendiri ke gereja dengan mobil Cadillac suaminya kalau mobilnya
rusak. "Umm, aku coba punya Joan. Sepertinya hidupnya tenang-tenang saja. Seberat apa
beban yang Joan panggul? " pikirku.

Tuhan melepaskan bebanku dan meletakkan beban Joan di pundakku. Aku langsung terjatuh seketika.

"Lepaskan beban ini! " teriakku.

" Apa yang menyebabkan beban ini sangat berat?"

" Lihat ke dalamnya."

Aku membuka ikatan beban itu dan membukanya. Di dalamnya terdapat gambaran ibu mertua Joan, dan ketika aku mengangkatnya, ibu mertua Joan mulai berbicara, "Joan, kau tidak pantas untuk anakku, tidak akan pernah pantas. Ia tidak seharusnya menikah denganmu.Kau adalah wanita yang terburuk untuk cucu-cucuku. .."

Aku segera meletakkan gambaran itu dan mengangkat gambaran yang lain. Itu adalah Donna, adik terkecil Joan. Kepala Donna dibalut sejak operasi epilepsi yang gagal itu.

Gambaran yang ketiga adalah adik laki-laki Joan. Ia kecanduan narkoba,
telah dijatuhi hukuman karena membunuh seorang perwira polisi.

" Aku tahu sekarang mengapa bebannya sangat berat, Tuhan. Tetapi ia selalu tersenyum dan suka menolong orang lain. Aku tidak menyadarinya. .. "

" Apakah kau ingin mencoba yang lain?" tanya Tuhan dengan pelan.

Aku mencoba beberapa.

Beban Paula terasa sangat berat juga: Ia melihara 4 orang anak laki-laki tanpa suami.

Debra punya juga demikian: masa kecilnya yang dinodai olah penganiayaan seksual dan menikah karena paksaan.

Ketika aku melihat beban Ruth, aku tidak ingin mencobanya. Aku tahu di dalamnya ada penyakit Arthritis, usia lanjut, dan tuntutan bekerja penuh sementara suami tercintanya berada di Panti Jompo.

" Beban mereka semua sangat berat, Tuhan " kataku..

" Kembalikan bebanku"

Ketika aku mulai memasang bebanku kembali, aku merasa bebanku lebih ringan dibandingkan yang lain.
"Mari kita lihat ke dalamnya, " Tuhan berkata.
Aku menolak, menggenggam bebanku erat-erat.
" Itu bukan ide yang baik, " jawabku,
" Mengapa?"
" Karena banyak sampah di dalamnya."
" Biar Aku lihat"
Suara Tuhan yang lemah lembut membuatku luluh. Aku membuka bebanku.
Ia mengambil satu buah batu bata dari dalam bebanku.

" Katakan kepada-Ku mengenai hal ini."

" Tuhan, Engkau tahu itu. Itu adalah uang. Aku tahu kalau kami tidak semenderita seperti orang lain di beberapa negara atau seperti tuna wisma di sini. Tetapi kami tidak memiliki asuransi,
dan ketika anak-anak sakit, kami tidak selalu bisa membawa mereka ke dokter.
Mereka bahkan belum pernah pergi ke dokter gigi. Dan aku sedih untuk memberikan mereka pakaian bekas. "

"Anak-Ku, Aku selalu memberikan kebutuhanmu. ... dan semua anak-anakmu. Aku selalu memberikan mereka badan yang sehat. Aku mengajari mereka bahwa pakaian mewah tidak membuat seorang berharga di mataKu. "

Kemudian ia mengambil sebuah gambaran seorang anak laki-laki.!

" Dan yang ini? " tanya Tuhan.

" Andrew..." aku menundukkan kepala, merasa malu untuk menyebut anakku sebagai
sebuah beban.

"Tetapi, Tuhan, ia sangat hiperaktif. Ia tidak bisa diam seperti yang lain, ia bahkan membuatku sangat kelelahan. Ia selalu terluka, dan orang lain yang membalutnya berpikir akulah yang menganiayanya. Aku berteriak kepadanya selalu. Mungkin suatu saat aku benar-benar menyakitinya. .. "

" Anak-Ku," Tuhan berkata.

" Jika kau percayakan kepada-Ku, aku akan memperbaharui kekuatanmu, dan jika engkau mengijinkan Aku untuk mengisimu dengan Roh Kudus, aku akan memberikan engkau
kesabaran."

Kemudian Ia mengambil beberapa kerikil dari bebanku.

" Ya, Tuhan.." aku berkata sambil menarik nafas panjang.

" Kerikil-kerikil itu memang kecil. Tetapi semua itu adalah penting. Aku membenci rambutku. Rambutku tipis, dan aku tidak bisa membuatnya kelihatan bagus. Aku tidak mampu untuk
pergi ke salon. Aku kegemukan dan tidak bisa menjalankan diet. Aku benci semua pakaianku. Aku benci penampilanku! "

" Anak-Ku, orang memang melihat engkau dari penampilan luar, tetapi Aku melihat jauh sampai ke dalamnya hatimu. Dengan Roh Kudus, kau akan memperoleh pengendalian diri untuk menurunkan berat badanmu. Tetapi keindahanmu tidak harus datang dari luar. Bahkan, seharusnya berasal dari dalam hatimu, kecantikan diri yang tidak akan pernah hilang dimakan waktu. Itulah yang berharga di mata-Ku. "

Bebanku sekarang tampaknya lebih ringan dari sebelumnya.

" Aku pikir aku bisa menghadapinya sekarang, " kataku,

" Yang terakhir, berikan kepada-Ku batu bata yang terakhir." kata Tuhan.

" Oh, Engkau tidak perlu mengambilnya. Aku bisa mengatasinya. "

" Anak-Ku, berikan kepadaKu."

Kembali suara-Nya membuatku luluh. Ia mengulurkan tangan-Nya, dan untuk pertama kalinya Aku melihat luka-Nya.

"Tuhan....Bagaimana dengan tangan-Mu? Tangan-Mu penuh dengan luka!! "

Aku tidak lagi memperhatikan bebanku, aku melihat wajah-Nya untuk pertama kalinya..
Dan pada dahi-Nya, kulihat luka yang sangat dalam..... tampaknya seseorang telah menekan
mahkota duri terlalu dalam ke dagingNya.

"Tuhan, " aku berbisik.

" Apa yang terjadi dengan Engkau?"

Mata-Nya yang penuh kasih menyentuh kalbuku.

" AnakKu, kau tahu itu.. Berikan kepadaku bebanmu. Itu adalah milikKu.
Aku telah membelinya. "

" Bagaimana?"

" Dengan darah-Ku"

" Tetapi kenapa Tuhan?"

" Karena aku telah mencintaimu dengan cinta abadi, yang tak akan punah dengan waktu.
Berikan kepadaKu."

Aku memberikan bebanku yang kotor dan mengerikan itu ke tangan-Nya yang terluka.

Beban itu penuh dengan kotoran dan iblis dalam kehidupanku: kesombongan, egois, depresi yang terus-menerus menyiksaku.

Kemudian Ia mengambil salibku kemudian menghempaskan salib itu ke kolam yang berisi dengan darahNya yang kudus.

Percikan yang ditimbulkan oleh salib itu luar biasa besarnya.

" Sekarang anak-Ku, kau harus kembali. Aku akan selalu bersamamu. Ketika kau berada dalam masalah, panggillah Aku dan Aku akan membantumu dan menunjukkan hal-hal yang tidak bisa kau bayangkan sekarang. "

" Ya, Tuhan, aku akan memanggil-Mu. "

Aku mengambil kembali bebanku.

" Kau boleh meninggalkannya di sini jika engkau mau.

Kau lihat beban-beban itu?

Mereka adalah kepunyaan orang-orang yang telah meninggalkannya di kakiKu, yaitu Joan, Paula, Debra, Ruth...

Ketika kau meninggalkan bebanMu di sini, aku akan menggendongnya bersamamu. Ingat, kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan. "

Seketika aku meletakkan bebanku, cahaya itu mulai menghilang. Namun, masih kudengar
suaraNya berbisik, " Aku tidak akan meninggalkanmu, atau melepaskanmu. "
________________________________

TUHAN, PIMPIN DAN SERTAI DI SETIAP LANGKAHKU..
SOMETIMES PEOPLE ISN'T FAIR, BUT GOD IS ALWAYS FAITHFULLY

Semoga doa ini memberikan kekuatan. Selanjutnya, ada baiknya apabila Anda juga mengirimkan refleksi renungan ini kepada SAHABAT-SAHABAT.

Have a great day....

READ MORE - mengAPA BEBANku "Berat Sekaliiii" ?

Akibat Minuman Keras

Alkisah, ada seorang pemuda yang alim, dimana menjadi obsesi
setan untuk menggodanya. Maka Raja setan pun mengutus anak buahnya yang
berpangkat Kopral untuk membujuknya melakukan pembunuhan.

Dibisikanlah pemuda alim itu untuk membunuh tetangganya yang kaya
agar dia bisa menguasai hartanya. Kopral setan itu berpikir pemuda itu
pasti cowo matre, silau akan harta. Salah. Pemuda itu tidak bergeming sedikit pun akan bisikan sang Kopral.

Balik ke Raja setan, sang Kopral melaporkan kegagalan misinya.
Akibatnya dia dihukum harus mengikuti ulang pelatihan dengan sandi Tipsani - Tipu sana sini... hihihi...

Selanjutnya Raja setan mengutus Kolonel setan untuk menggoda pemuda
alim itu melakukan pemerkosaan. Kolonel setan ini lebih berpengalaman
dibanding sang Kopral dalam menggoda manusia. Maka, setiap pemuda itu
berjalan melewati wanita-wanita memakai rok yang mini, atau baju you can see, atau baju dengan bahan tipis, sang Kolonel selalu marayu pemuda alim itu untuk memperkosa, dengan membisikkan kode berupa sebuah pantun, "Ciputat - Tanah Kusir... Baju loe ketat - gue naksir..."

Tapi tetap saja pemuda alim itu tidak tergoda untuk melakukan
pemerkosaan. Walaupun sempat melirik, pemuda itu punya prinsip: melihat
sekali masih boleh, melihat kedua kalinya sudah dosa.

Balik juga ke Raja setan, sang Kolonel setan juga melaporkan
kegagalan misinya. Dia juga akhirnya dihukum harus mengikuti pelatihan Tipsani, cuma kali ini yang advance level...

Geram si Raja Setan, dia berpikir kenapa anak buahnya bodoh sekali. Dia teringat akan janjinya di hadapan Tuhan saat Raja Setan ngeyel tidak mau sujud kepada manusia pertama ciptaan Tuhan - Adam - sehingga
diusir untuk turun ke bumi: janji untuk selalu menggoda manusia.
Bukankah janji itu harus ditepati? Demikian pikir Raja Setan.

Akhirnya Raja Setan memanggil anak buahnya dengan level Jenderal. Gak tanggung-tanggung, Jenderal Besar yang dipanggil. Gak
banyak Jenderal dengan pangkat bintang 5 di jajaran setan. Pada level ini penguasaan strategy dan tactical untuk menggoda manusia sudah mumpuni. Pelatihan Tipsani pun sudah khatam.

Segera Jenderal Besar setan beraksi. Dibantu alat GPS akhirnya
ketemu juga pemuda alim tersebut sedang berjalan pulang ke rumah. Dari
data-data intelijen anak buahnya, sang Jenderal mengetahui bahwa pemuda
alim ini sedang pusing karena sesuatu hal. "Inilah kesempatan menggoda
pemuda itu...!" guman sang Jenderal sambil tersenyum culas.

Dengan berbagai cara, sang Jenderal merayu pemuda alim itu untuk
minum miras. "... sudah coba saja biar pusing kamu hilang..." atau "... cuma
sedikit kok gak bikin mabok..." atau "... itu kan cuma air, sama seperti
minuman yang lainnya..." Di pertengahan jalan pulang, akhirnya pemuda itu
berbelok dan mampir ke kedai minuman. Dipesanlah miras walau cuma
segelas. Berkata di hati pemuda itu, "Gak apa apa lah cuma sedikit.
Biar pusingnya hilang."

Karena dasarnya memang gak pernah minum miras, dengan segelas kecil aja pemuda itu langsung fly.
Sekaligus langsung hilang pusingnya. Bahkan kini dia seakan melihat
bidadari khayangan, padahal itu hanya pelayan wanita kedai minuman
tersebut. Akhirnya pemuda itu minta nambah. Tetap segelas kecil. Tidak
lebih dari 3 gelas, pemuda alim itu sudah teler berat. Sang
Jenderal tersenyum penuh arti di pojokan kedai. Kedua tangannya bersatu
saling mengelus seperti sedang cuci tangan. Rupanya Jenderal Besar
setan punya Plan B, bisa jadi juga Plan C. Tidak akan ada manusia pun paham pikiran setan.

Dalam kondisi mabok berat, pemuda itu mengajak pulang pelayan wanita
dengan dalih lebih aman diantar dia. Wanita itu tahu siapa pemuda alim
ini, sehingga menerima saja tawaran pulang bareng. Apalagi dijanjikan keamanan sepanjang jalan. Tapi kehormatan, siapa yang janji? hihihi...

Benar saja, di pertengahan jalan, pemuda mabok itu segera menarik
wanita itu ke semak-semak rimbun nan sepi. Diperkosalah wanita itu
berkali-kali sampai pingsan. Sang Jenderal yang mengintip dari balik
semak terlihat tersenyum puas. "Plan B. Mission accomplished!" demikian isi SMS Jenderal Besar kepada Raja setan melalui iPhone... [iklan niy...? hihihi...].

Sekarang Jenderal Besar setan akan execute Plan C: merayu pemuda itu lagi. Dibisikkanlah kalimat pamungkas. "Bung, ente kan terkenal sebagai pemuda alim di kampung ini. Nanti kalo wanita itu siuman dan lapor ke warga kampung bahwa ente telah memperkosanya, habislah nama baik ente...! Sudahah... mumpung masih gelap, tidak ada yang lihat, ente bunuh aja wanita ini...!" Tanpa pikir panjang karena sedang mabok, akhirnya wanita itu dibunuh juga. Maka lengkaplah sudah tugas dari Raja setan yang sebelumnya pernah di-assigned kepada Kolonel setan dan Kopral setan untuk pemuda alim ini. End of story.

READ MORE - Akibat Minuman Keras

Pasangan Hidup

on Senin, 16 Agustus 2010
NAMANYA JUGA ANAK MUDA

Kategori: Artikel - Pasangan Hidup

Rekan-rekan member Elia, jika menginginkan artikel-artikel lama, silahkan kirim permintaan Anda dengan menyebut JUDUL yang dimaksud dan kirim ke support@elia-stories.com

Oleh Eka Darmaputera

Tubuhnya yang kecil serta wajahnya yang naif, tak dapat menyembunyikan usianya yang memang baru belasan. Tepatnya, 16 tahun. Bagi saya, "anak" ini mewakili generasi sebayanya. Mungkin tak semuanya, namun paling sedikitnya sebagian dari mereka.

Pagi itu ia -- sebut saja namanya "Irene" -- datang, meminta agar pernikahannya dapat diberkati digereja. Tentu saja saya terkejut. Saya mengenal benar "anak" ini. Ia pernah jadi "anak didik" saya.

"Mengapa begitu cepat? Dan mengapa begitu tiba-tiba?", tanya saya. "Saya sudah hamil empat bulan,pak", jawabnya.

"Hamil? Empat bulan?"

"Ya, pak".

"Apa yang terjadi? Dengan siapa?" Lalu ia pun bercerita. Bla bla bla. Tanpa beban. Setelah itu, giliran saya ber"khotbah". Bla bla bla. Sangat penasaran.

Akhirnya saya bertanya, "Apa kamu tidak menyesal?".

"Menyesal sih menyesal,pak".

"Menyesal karena apa yang telah kalian lakukan, atau sekadar karena kamu hamil?"

"Ya terutama karena saya hamil, pak. Sebab sebenarnya saya 'kan masih pengen sekolah, pak".

"Itu artinya kamu tidak menyesal karena "dosa" yang telah kamu lakukan. Begitu, bukan?,"tanya saya - wah, gemasnya!

"Yah, namanya juga anak muda, pak, "jawabnya. Enteng sekali.

SAYA setuju dengan Barclay yan gmengatakan, bahwa etika Kristen harus berbicara mengenai masalah "seks pra-nikah" ini dengan serius. Bukan saja karena jumlahnya semakin banyak, tetapi terutama karena kegiatan seksual ini-- dengan lambat, tapi pasti -- kian menahbiskan diri sebagai kegiatan seksual yang "normal". Sekiranya tidak terjadi wabah HIV/AIDS, kecenderungan ini pasti kian tak terbendung.

Namun begitu, banyak orang toh memilih diam atau sekadar mencaci-maki tak keruan. Orang-orang yang menolak seks pra-nikah dengan sepenuh keyakinan kian terpinggirkan. Karenanya, enggan menampilkan posisinya dengan lantang dan terus terang.

Di Barat, sejak puluhan tahun silam, malah muncul teolog-teolog kristen yang justru membela praktik ini. Salah satunya yang paling terkenal adalah Joseph Fletcher. Profesor etika Kristen ini antara lain menulis,"Kultus keperawanan agaknya akan menjadi benteng perlawanan terakhir terhadap kebebasan seks, dan pasti akan ambruk. Sebab kini, berkat perkembangan di bidang kedokteran, orang bisa bebas melakukan kegiatan seksualnya tanpa dibayangi ketakutan seperti sebelumnya".

Memang tidak semua yang dikatakan Fletcher itu salah. Namun, saya mohon, jangan pula pandangan-pandangannya itu kita telan bulat-bulat. Sebab tidak semua yang walaupun dikatakan oleh seorang profesor, bermanfaat bagi kekristenan.

Ini telah diingatkan oleh seorang teolog lain, Malcolm Muggeridge, yang mengatakan, "Kita telah membiarkan seniman-seniman kita dengan bebas menghancurkan kesenian; penulis-penulis kita menghancurkan kesusastraan; sarjana-sarjana kita menghancurkan keilmuwanan; dan agamawan-agamawan kita menghancurkan agama. Kita mengembang-biakkan barbarian di rumah kita sendiri".

Kebungkaman banyak orang terhadap masalah seks pra-nikah, adalah ke"diam"an yang berbahaya. Seperti diilustrasikan oleh eksperimen terkenal dari seorang psikolog, Profesor John Court.

Seekor katak ia taruh di sebuah wadah yang berisi air dingin. Pelahan-pelahan sekali, suhu air itu dinaikkan. Sedikit demi sedikit, sampai akhirnya ke titik didih. Namun yang mengherankan adalah, katak itu kalem-kalem saja. Tak sedikit pun ia berusaha menyelamatkan diri. Rupanya proses perubahan itu berlangsung begitu lambatnya, sehingga katak itu nyaris tak merasakan apa-apa. Karena ke"diam"annya itulah, ia mati.

APA yang disebutsebagai "revolusi seks", juga demikian. Ia terjadi dengan bergugurannya"tabu-tabu" - tidak sekaligus, melainkan satu demi satu. Tidak kentara. Eksperimen di atas mengingatkan, justru karena itulah "revolusi" ini layak kita cermati dengan serius. Sebelum kita terkejut, lalu cuma bisa tergagap-gagap.

Dalam salah satu refleksi kita yang terdahulu saya telah menyinggung, bagaimana orang modern cenderung memisahkan"seks" dari "pernikahan". "Seks pra-nikah" adalah salah satu wujudnya.

Menurut Barclay, ada tiga alasan yang paling kerap dikemukakan orang, guna membenarkan kegiatan seksual yang dilakukan sebelum -- atau di luar --perkawinan.

Pertama, adalah ANTISIPASI. Ini adalah kegiatan seksual yang dilakukan oleh sepasang anak manusia yang saling mencinta. Begitu rupa, sehingga mereka merasa yakin dan pasti, bahwa pada suatu saat mereka akan menikah.

Meng"antisipasi" pernikahan mereka yang "pasti" itulah, mereka tanpa ragu melakukan hubungan seks."Apasalahnya? Kami toh pasti akan menikah".

Tindakan yang mereka lakukan itu, mungkin secara esensial memang belum dapat dikategorikan sebagai "zinah". Motivasi mereka pun boleh jadi memang tulus. Namun,toh ada dua hal yang perlu dikemukakan.

(a) mereka mengatakan, bahwa untuk mengekspresikan cinta kasih mereka yang murni itulah, mereka melakukan hubungan seks. Pertanyaan saya adalah, mengapa tidak sebaliknya? Mengapa mereka tidak mengekspresikannya, justru dengan tidak melakukan hubungan seks sebelum mereka benar-benar suami-istri? Bukankah salah satu ekspresi cinta yang sejati. adalah kesanggupan mengendalikan diri?

Kemudian, (b), apa sih yang betul-betul pasti di dunia ini? Dari mana mereka bisa begitu yakin, bahwa mereka pasti akan menikah - pada satu hari? Dalam hidup ini, anak-anakku, tak ada yang 100% pasti. Buktinya amat banyak. Tidak bijaklah mengantisipasi sesuatu, yang di luar daya kita untuk meng"antisipasi"nya!

ARGUMENTASI kedua, saya sebut saja,SIMULASI. Atau "coba dulu baru beli". Kata mereka, "Membeli baju atau sepatu saja 'kan perlu mencoba dahulu. Apa lagi mau menikah. Sebab itu"mencoba" itu perlu, agar orang mengetahui dengan pasti, bahwa memang "dia"lah orangnya, dengan siapa ia akan menghabiskan seluruh sisa umurnya. Caranya? Dengan "hidup bersama" dulu. "Hidup bersama "dijadikan "simulasi" atau "tiruan" hidup perkawinan yang sesungguhnya.

Argumentasi ini sepintas lalu terkesan masuk akal. Tapi sebenarnya ia mengandung salah-perkiraan yang fundamental! Salah besarlah, orang yang menyangka bahwa hidup perkawinan itu dapat disimulasikan. "Hidup bersama" tidak pernah mungkin menggambarkan "hidup perkawinan" yang sesungguhnya.

Dalam kaitan ini, Barclay mengemukakan sebuah analogi yang menarik. Tentang seorang yang memutuskan, untuk beberapa bulan hidup di daerah kumuh bersama-sama dengan orang-orang miskin. Dengan jalan itu, ia berharap bisa mengalami secara langsung dan pribadi, bagaimana rasanya jadi orang melarat itu.

Maksud yang mulia! Tapi salah perhitungan. Tinggal di daerah kumuh memang dapat memberikan banyak pengalaman berharga. Tapi tetap tidak mungkin membuat orang benar-benar mengetahui "bagaimana sih rasanya jadi orang melarat itu" .

Mengapa? Sebab ada perbedaan yang sangat mendasar. Si relawan bisa setiap saat meninggalkan situasi kemiskinan itu. Pengalamannya dapat menjadi bagaikan petualangan dan ekskursi yang romantis, seperti ketika orang berlibur dengan berkemah di hutan. Tidak enak, tapi nikmat. Sedang orang-orang miskin itu? Mereka tidak punya pilihan lain. Seumur hidup mereka, mereka sudah terperangkap oleh ke melaratan mereka. Dan ini melahirkan dua sikap, bahkan mentalitas, yang berbeda!

Intinya adalah, "perkawinan" tidak pernah dapat di"eksperimen"kan. Sebab perkawinan adalah sebuah "komitmen". Orang tidak dapat meng"eskperimen"kan komitmen. Yang mungkin hanyalah, "menerima" atau "menolak". Tidak ada peluang untuk "coba-coba".

KETIGA, adalah alasan yang mengatakan bahwa ESENSI adalah segala-galanya. Perkawinan itu lebih daripada sekadar secarik kertas atau sebuah seremoni. Esensi sebuah perkawinan adalah komitmen untuk membangun relasi. Inilah yang terpenting, dengan atau tanpa perkawinan. Dengan atau tanpa formalitas.

Argumentasi yang jitu, bukan? Esensi dan kualitas tentu saja memang lebih utama ketimbang bungkus luarnya. Tapi apakah itu berarti, formalitas tidak ada nilainya? Kenyataan menunjukkan, walaupun formalitas bukan segala-galanya, tapi orang memerlukannya.

Sebuah "kontrak kerja", misalnya, memang tidak menjamin adanya komitmen yang tulus dari kedua belah pihak. Tapi paling sedikit ia memberi "pegangan". Orang bisa melakukan tindakan hukum bila itu dilanggar.

Yang saya khawatirkan adalah, orang yang mengatakan bahwa "komitmen, bukan formalitas yang penting", sebenarnya adalah orang yang menolak komitmen.

Orang yang mengatakan bahwa formalitas pernikahan tidak penting -- sebab hanya cinta kasih, relasi dan komitmen-lah yang penting -- sering adalah orang yang menolak untuk memberi komitmen "resmi".

Mereka masuk dari pintu depan, tapi diam-diam menyiapkan "pintu darurat" di belakang. Agar sewaktu-waktu mereka bisa melarikan diri dari komitmen dan relasi, yang selalu mereka katakan paling penting itu. Dan melarikan diri dengan mudah, tanpa direpotkan oleh tetek-bengek formalitas, seperti mengurus surat cerai dan sebagainya. Nah., ketahuan "belang"nya, bukan?

Artikel Lain:

- 1 Pria, 1 Wanita

- Hari Ini

- Hidup Lajang Dan Hidup Menikah

READ MORE - Pasangan Hidup

Besarlah Upahnya

BESARLAH UPAHNYA

Kategori: Cerita - Penginjilan

Ingin berlangganan gratis "Elia's Stories" kirimkan email kosong ke elia-stories-subscribe@yahoogroups.com atau click Sign Up, selanjutnya, 'reply' balasan dari yahoogroups sebagai konfirmasi

robert.01.jpgPendeta Robert," memimpin sebuah gereja yang beranggotakan 80 jemaat di Pakistan. Ia telah menjadi pendeta selama 18 tahun dan mempunyai jemaat yang berlatar belakang 'agama lain'. Suatu hari, di awal tahun, sang pendeta memeriksa kotak suratnya. Di dalamnya ia menemukan surat yang bertuliskan tangan yang ditujukan kepadanya. Surat itu sepertinya sebuah surat pribadi tetapi lebih kepada pertanda buruk.

"Bapak Robert," tulis surat itu.

"Ingatlah kami sedang mengawasimu dan kegiatanmu. Kami mendapat informasi bahwa kamu membujuk saudara 'seiman' kami untuk menjadi Kristen. Hati-hati. Jika kamu tidak mau berhenti maka kami akan membunuhmu dan semua keluargamu. Kami akan membunuh seluruh anggota keluargamu yang terkecil dan yang tertua sehingga orang-orang dapat menarik pelajaran ..."

Inilah apa yang akan terjadi ketika seorang pendeta Kristen menjangkau orang-orang dengan firman Kristus di daerah yang adalah sebuah benteng Taliban. Itu bukanlah surat pertama yang sang pendeta terima dari kelompok radikal 'agama lain' yang menjadikannya target kematian. Nyatanya, ia menerima surat yang lainnya tahun lalu. Apa yang ia lakukan?

"Aku mengabaikannya," kata pendeta Robert, yang mempunyai lima orang anak.

Pendeta ini adalah pengkhotbah yang berapi-api yang mempunyai hati melayani komunitas lokal. Pendeta ini tinggal di sebuah rumah batu bata yang berkamar satu di sebuah daerah yang dikelilingi oleh orang-orang 'agama lain'. Gerejanya, yang beranggotakan lusinan keluarga, semuanya berdikari. Gereja membuka beberapa pelayanan bagi komunitas setempat, termasuk sebuah ibadah kaum ibu, sekolah Minggu dan pelayanan penjara.

"Ketika saya mengunjungi penjara-penjara, Tuhan membukakan kesempatan kepadaku untuk membagikan Injil bagi para narapidana setempat demikian juga narapidana asing," kata pendeta Robert.

"Saya bersyukur pada Tuhan bahwa banyak dari narapidana yang dijatuhi hukuman mati bertobat dari dosa-dosa mereka dan menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi mereka."

Ditarik oleh terang Kristus dari dalam dunia kegelapan, ada orang-orang 'agama lain' yang mencari-cari pendeta Robert karena mereka ingin menjadi orang percya. Ia telah membagikan kesaksian tentang Kristus pada sekelompok orang di daerah itu dan ini membuatnya menjadi sasaran oleh orang-orang garis keras.

Mereka bahkan mencoba untuk memfitnahnya. Jebakan dibuat selama perhelatan perayaan hari besar 'agama lain'. Pendeta Robert saat itu sedang menghadiri sebuah persekutuan doa bersama istrinya selama penghelatan berlangsung. Dalam perjalanan pulang, ia melewati beberapa orang 'agama lain' yang sedang merayakan hari besar mereka dekat rumahnya. Disitulah ketika ia melihat sebuah kantung-kantung plastik.

"Ketika istriku dan aku melihat isi kantung itu kami sangat terkejut, katanya.

Kami sangat terkejut karena kantung tersbut penuh dengan robekan-robekan kecil kitab 'agama lain'.

Pemusnahan kitab 'agama lain' secara hukum dapat dijatuhi hukuman mati. Seseorang ingin orang-orang 'agama lain' di daerah ini menemukan kantung itu die depan rumah pendeta Robert dan agar pemimpin gereja disalahkan.

"Jika saja ada orang 'agam lain' melihat kantung itu kami akan dibunuh hari itu juga," katanya.

Walaupun pendeta Robert telah beberapa kali diancam oleh orang-orang garis keras ia tetap menolong orang-orang menemukan Kristus. Kami mendukung pendeta dan lainnya dengan menyediakan buku-buku Kristen dan peralatan yang mereka butuhkan untuk menjangkau mereka yang mencari-cari Tuhan yang sebenarnya. Kami akan membantuk pendeta Robert dengan memindahkannya ke suatu daerah yang lebih aman dimana ia bisa terus melanjutkan pelayanannya untuk Tuhan.

Source:

Buletin KDP (Kasih Dalam Perbuatan) Edisi Maret - April 2009

P.O. Box 1411

Surabaya 60014

Simpatisan yang ingin memberikan persembahan ke KDP, hub via email ke support@elia-stories.com <mailto:support@elia-stories.com> untuk diberikan no rek KDP cab Surabaya. Jangan lupa mencantumkan nama, alamat, tanggal dan jumlah melalui e-mail/fax; agak bisa diberikan tanda terima.

Artikel Lain:

- Jawara Kerajaan Allah

- Mengabdi Di Tengah Suku Dayak Jangkang

cid:image001.gif@01C7E2A7.B636D0D0 <mailto:elia-stories-subscribe@yahoogroups.com> Ingin berlangganan gratis "Elia's Stories" kirimkan email kosong ke elia-stories-subscribe@yahoogroups.com atau click Sign Up, selanjutnya, 'reply' balasan dari yahoogroups sebagai konfirmasi

Renungan: NIGERIA- 200 Orang Terbunuh Dalam Kekerasan Di Jos

Kekerasan yang pecah di kota Jos, negara bagian Plateau, telah merenggut nyawa paling sedikit 200 orang.

13 Kamp pengungsi dibentuk untuk menolong 30.000 orang yang dipaksa meninggalkan rumah mereka. Sebanyak 16 gereja dibakar.

Sebagian besar media telah menggambarkan kekerasan ini sebagai hasil pertikaian rival politik antara Kristen dan Islam dalam usaha memenangkan suara terbanyak dalam pemilihan umum yang berlangsung di negara bagian ini. BBC mengatakan kekerasan ini dipicu ketika ada berita yang menyatakan Partai Rakyat Demokrasi - yang didukung oleh mayoritas pemilih Kristen telah memenangkan hampir semua kursi dewan di negara bagian ini.

Bagaimanapun, pemimpin gereja, mencurigai bahwa kekerasan ini dipersiapkan. Kerusuhan pecah pada Jumat pagi, 28 November, sebelum hasil pemilihan umum diumumkan. Dan sebanyak 500 orang ditahan dari etnis niger dan Chad setelah kerusuhan, menurut laporan kantor gubernur negara bagian Plateau. Banyak laporan menyebutkan bahwa tersangka yang ditahan itu telah tiba di Jos tiga hari sebelum kerusuhan dimulai.

Benjamin Kwashi, Uskup Kepala Gereja Anglikan di Jos, berkomentar, "Kami telah menjadi kambing hitam dan target oleh mereka yang benci mengenai sesuatu yang behubungan dengan kekristenan di sini dan di tempat lain. Gereja di utara Nigeria membutuhkan perlindungan nasional dan internasional segera. Kami telah mengalami penderitaan ini lebih dari 20 tahun dan sekarang menjadi tidak dapat ditolerir lagi."

Berdoalah agar Tuhan menguatkan orang-orang Kristen di Negara Bagian Plateau.

Source:

Buletin KDP (Kasih Dalam Perbuatan) Edisi Maret - April 2009

P.O. Box 1411

Surabaya 60014

READ MORE - Besarlah Upahnya

DOA YANG MANDUL - DOA YANG KABUL

on Kamis, 12 Agustus 2010
From: A. Gianto


INJIL MINGGU 24 OKTOBER 2004 (Luk 18:9-14)

DOA YANG MANDUL - DOA YANG KABUL


Rekan-rekan yang baik!

Apa yang hendak diajarkan Yesus dengan perumpamaan mengenai orang Farisi dan
pemungut cukai dalam Luk 18:9-14 (Minggu Biasa XXX tahun C) ini? Pada awal
petikan ini disebutkan bahwa Yesus menyampaikan perumpamaan itu kepada
beberapa orang yang "menganggap diri benar" serta "memandang rendah semua
orang lain". Ada imbauan agar orang berani meninjau kembali gambaran tentang
diri sendiri dan tentang sesama yang mewarnai hubungan dengan Tuhan, yang
menentukan cara berdoa.

ORANG FARISI DAN PEMUNGUT CUKAI

Kedua tokoh dalam perumpamaan itu diceritakan sama-sama naik menuju ke Bait
Allah "untuk berdoa", untuk menghadap Yang Mahakuasa dan membuka diri
kepadaNya, bercerita kepadaNya, menyampaikan uneg-uneg kepadaNya. Satu hal
sudah dapat kita peroleh dari kisah perumpamaan ini. Dia yang diam di tempat
tinggi itu dapat didatangi. Dia ada di sana dan siap mendengarkan. Giliran
bagi yang datang: apa yang dibawakan kepadaNya itu sepadan dengan
perhatianNya?

Marilah kita amati gerak-gerik orang Farisi itu. Ia memasuki Bait Allah
dengan percaya diri dan penuh perhitungan. Dikatakan dalam ayat 11, ia
"berdiri dan berdoa dalam hatinya". Dalam bahasa aslinya, maksudnya, ia
"berhenti" di jalan masuk ke Bait Allah sambil merencanakan apa yang akan
dikatakannya dalam doanya nanti. Disusunnya pokok-pokok yang nanti
didoakannya. Kata-kata yang disebut dalam ayat 11-12 sebetulnya belum
sungguh diucapkannya sebagai doa. Baru "sketsa"-nya dalam pikirannya walau
sudah jelas ke mana arahnya. Ia bermaksud mengucap terima kasih kepada Yang
Mahakuasa karena ia tidak bernasib sama dengan kaum pendosa. Ia merasa
mendapat perlakuan istimewa dariNya sehingga tidak perlu menjadi perampok,
penjahat, orang yang tak punya loyalitas, apalagi - boleh jadi sambil
mengingat orang yang tadi dilihatnya - tidak seperti pemungkut cukai yang
mengkhianati bangsa sendiri dengan memeras bagi penguasa asing. Dalam
doanya nanti ia juga bermaksud mengingatkan Tuhan bahwa ia berpuasa dua kali
seminggu dan mengamalkan bagiNya sepersepuluh dari semua penghasilannya. Ia
merasa telah memenuhi semua kewajibannya. Semua beres. Dan doa yang akan
disampaikan nanti pasti akan menjadi doa yang meyakinkan Tuhan pula! Begitu
pikirnya.

Bagaimana dengan si pemungkut cukai? Ia "berdiri jauh-jauh". Ia juga
berhenti, tapi berjauhan dari tempat orang Farisi tadi. Ia merasa tak pantas
berada dekat dengan orang saleh itu. Apalagi mendekat ke Tuhan sendiri.
Apakah ia juga mau merencanakan suatu doa? Sulit, ia bahkan tidak berani
memandang ke atas. Gagasan menghadap Yang Mahakuasa membuatnya gentar. Tidak
seperti orang Farisi yang penuh kepercayaan diri itu. Meskipun merasa butuh
menghadap ke Bait Allah, pemungkut cukai itu tidak menemukan apa yang bisa
disampaikannya nanti di sana. Ia tak punya apa-apa kecuali perasaan sebagai
pendosa. Ia hanya minta dikasihani - ia yang pendosa itu.

Menurut sang Guru, pemungkut cukai tadi pulang ke rumahnya sebagai orang
yang dibenarkan Tuhan dan bukan orang Farisi itu. Mengapa? Kiranya pemungkut
cukai tadi telah benar-benar berseru kepada Tuhan dan Ia menjawab. Dalam
seruannya ia menyediakan dirinya sebagai penerima belaskasihanNya. Tidak
demikian dengan orang Farisi tadi. Kemasan doa yang disiapkannya itu sarat
dengan "aku..., aku..., aku....". Dirinya sendirilah yang menjadi pokok
doanya. Tuhan semakin tidak mendapat tempat. Doanya mandul karena terlalu
penuh dengan dirinya sendiri. Doa pemungkut cukai itu kabul karena
membiarkan diri dipenuhi belaskasihan dari atas. Pokok doanya ialah Tuhan
sendiri. Pembaca boleh ingat akan doa yang diajarkan Yesus sendiri. Doa Bapa
Kami dalam bahasa mana saja berpokok pada Bapa. Orang yang berdoa tidak
pernah menjadi pokok kalimat di mana pun dalam doa itu.

CATATAN LUKAS

Lukas memberi catatan ringkas yang besar artinya pada awal petikan ini.
Dikatakannya bahwa Yesus menyampaikan perumpamaan ini "kepada beberapa orang
yang menganggap diri benar dan merendahkan semua orang lain". Kiranya di
kalangan umat pengarang Injil itu ada sekelompok orang yang yakin bahwa
dengan menjalani serangkai tindakan kesalehan, mereka boleh merasa aman dan
dekat kepada Tuhan. Tentu saja mereka ini bukan sekadar berpura-pura. Namun
lambat laut timbul anggapan di antara mereka bahwa orang-orang lain jauh
dari perkenan Tuhan. Orang-orang itu dianggap patut dijauhi. Mereka semakin
tidak diterima sebagai sesama. Pendapat ini menjadi cara mengadili orang
lain, menjadi cara memojokkan orang yang tidak disukai. dan menjatuhkan
hukuman sosial. Sulitnya kerapkali yang dicap demikian juga sudah pasrah
menerimanya. Mereka merasa diri patut disingkiri. Syukurlah di dalam umat
itu masih ada orang-orang yang mampu dan berani memikirkan apa hal ini boleh
dibiarkan terus. Apa kehidupan itu ya harus seperti itu? Apa Yang Mahakuasa
juga memperlakukan orang demikian? Mereka mencoba menerapkan bagaimana sikap
Yesus Guru mereka dulu dalam menghadapi keadaan ini. Di situ terlihat
ingatan akan Yesus dan ajarannya bukan hanya kenangan belaka melainkan Roh
yang hidup dan mendewasakan batin. Inilah suara hati yang makin bersatu
dengan Roh Kristus yang hidup dalam batin orang, juga pada zaman ini.

Pada akhir perumpamaan itu Lukas juga masih menyertakan perkataan Yesus,
"...siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja
yang merendahkan diri akan ditinggikan" (ayat 14). Kata-kata ini sudah
pernah muncul dalam Luk 14:11. Di sana diterapkan kepada keinginan orang
untuk mendapatkan kehormatan di mata orang. Sekarang dalam perumpamaan orang
Farisi dan pemungkut cukai ini, kata-kata tadi diterapkan kepada orang yang
mau meninggikan diri di hadapan Tuhan. Orang yang mencari kebesaran diri di
mata orang banyak dan di hadirat Tuhan akan mengalami kekecewaan karena
kenyataannya nanti jauh berbeda. Penghargaan yang mereka rasakan itu semu,
tak bertahan lama karena mereka akan digeser kalau ada orang lebih penting
datang, atau keliru samasekali karena Tuhan tidak terkesan oleh omongan
mengenai persembahan persepuluhan, mengenai puasa dua kali seminggu, apalagi
oleh kecongkakan batin yang merendahkan orang lain.

IKUT MEMBAWAKAN KABAR GEMBIRA

Disarankan dalam ulasan mengenai orang yang berebut tempat terhormat di mata
orang banyak (Luk 14:1.7-14) bahwa para murid diminta ikut mengusahakan
tempat terhormat bagi sebanyak mungkin orang sehingga tidak hanya satu orang
saja yang akan mendapatkannya. Perumpamaan itu tidak dimaksud untuk mencela
keinginan mendapatkan tempat yang terhormat. Yang mau diajarkan ialah agar
para murid tak tinggal diam melihat orang berebut tempat paling terpandang.
Semestinyalah mereka mencarikan tempat terhormat bagi tiap orang karena bagi
tiap orang ada tempat yang terhormat. Bagaimana dengan perumpamaan orang
Farisi yang mau mendapatkan kehormatan di mata Tuhan dengan merendahkan
orang lain? Orang Farisi ini hanya melihat satu jalan saja mendapatkan
perkenan dari atas. Ia sebetulnya membatasi kemerdekaan Tuhan. Para murid
dan orang banyak sudah tahu sikap itu bukan sikap yang terpuji. Walaupun
demikian perumpamaan ini bukanlah perumpamaan untuk mencela belaka, atau
perumpamaan untuk mengukur doa mana yang betul doa mana yang kurang baik.
Lalu? Yesus hendak mengajak berpikir bagaimana orang dapat sungguh mendapat
perkenan Tuhan dan menjadi tinggi di dalam pandanganNya, bukan besar di mata
sendiri atau di muka manusia.

Digambarkan dalam perumpamaan ini doa yang kabul dan doa yang mandul, doa
yang tidak bisa didoakan dengan sungguh. Apa yang mesti dikerjakan murid
melihat ini semua? Tentunya mereka diharapkan membantu orang-orang agar doa
bisa sungguh didoakan. Inventarisasi kebaikan diri sendiri bukan bahan doa
yang pantas disampaikan ke hadapan Tuhan. Masakan doa penuh dengan aku
begini aku begitu, aku bersih, tak seperti kaum penjahat itu! Jadi, doa
pemungut cukai itu doa yang lebih baik? Tidak disebutkan demikian. Yang
dikatakan, orang seperti pemungut cukai itu tadi pulang ke rumah dibenarkan.
Pemungkut cukai itu pun masih butuh belajar berdoa. Mengakui diri pendosa
satu hal, menjalankan hal yang mengatasi keterbatasan ini masih bisa
dikembangkan. Dan para murid diminta juga membantu orang-orang yang seperti
itu. Murid-murid diutus memberitahu mereka bahwa sikap mereka meminta
belaskasihan Tuhan itulah yang membuat hidup mereka berharga. Ini Kabar
Gembira buat mereka. Bila orang-orang ini dapat mengalami Kabar Gembira
lebih jauh, mereka pasti akan lebih berani mendekat kepada Dia yang
Maharahim itu. Banyak orang di masa kini dapat merasa apa itu hidup dalam
kedosaan, apa itu takut pada Tuhan, tetapi kurang melihat bahwa Ia juga
Tuhan yang penuh kerahiman. Dan murid-murid boleh merasa ikut bahagia
diajak mengajarkan kerahimanNya seperti Yesus sendiri pernah mengajarkannya
kepada orang banyak.

Salam hangat,

A. Gianto

READ MORE - DOA YANG MANDUL - DOA YANG KABUL

Asuransi Terbaik di Dunia

Asuransi Terbaik di Dunia
Oleh: Anomin

Traktat Asuransi
Anda bingung menentukan asuransi mana yang ingin dibeli? Kami ingin menawarkan sebuah perusahaan asuransi yang pasti tidak mengecewakan.

Berikut fiturnya:

Perusahaan Asuransi ini Menjamin:

1. Kehidupan
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16)

2. Kesehatan
Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu (Mazmur 103:3)

3. Pakaian
Jadi, jika rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api demikian didandani Allah, terlebih lagi kamu, hai orang yang kurang percaya! (Lukas 12:28)

4. Kebutuhan Sehari-hari
Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus (Filipi 4:19)

5. Kenyamanan
"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. (Yohanes 14:1)

6. Persahabatan
Dan ketahuilah "Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20)

7. Kedamaian
Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu. (Yohanes 14:27)

8. Rumah yang abadi
Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. (Yohanes 14:2)

Alasan-Alasan Untuk Ikut Asuransi Ini:

a. Adalah perusahaan asuransi paling tua di dunia.
b. Satu-satunya perusahaan asuransi yang mengasuransikan berbagai kehilangan dalam api zaman akhir.
c. Satu-satunya perusahaan asuransi yang mencakup area yang kekekalan.
d. Kebijakannya tidak pernah berubah.
e. Manajemennya tidak pernah berganti.
f. Aset perusahaan terlalu banyak untuk dihitung.
g. Satu-satunya perusahaan asuransi yang membayarkan premi anda.

PREMI:

KASIH --> Roma 5:8

Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.

KASIH KARUNIA--> Efesus 2:8
Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah

KESELAMATAN --> I Korintus 6:20
Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!

PROSEDUR APLIKASI:

PERTOBATAN & BAPTISAN --> Kisah Para Rasul 5:8
Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu
dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka
kamu akan menerima karunia Roh Kudus.

PERCAYA KEPADA YESUS --> Kisah Para Rasul 16:31
"Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat! , ..."
Semua premi untuk aplikasi ini telah dibayar LUNAS oleh YESUS.
READ MORE - Asuransi Terbaik di Dunia

All Hail The Power Of Jesus Name

ALL HAIL THE POWER OF JESUS NAME
Kategori: Cerita - Sejarah
Words: Edward Perronet, 1726 - 1792
Music: "Coronation," Oliver Holdern, 1793

All hail the power of Jesus' Name! Let angels prostrate fall;
Bring forth the royal diadem, and crown Him Lord of all.
Bring forth the royal diadem, and crown Him Lord of all.
Let highborn seraphs tune the lyre, and as they tune it, fall 

Before His face Who tunes their choir, and crown Him Lord of all.
Before His face Who tunes their choir, and crown Him Lord of all.
Crown Him, ye morning stars of light, Who fixed this floating ball;
Now hail the strength of Israel's might, and crown Him Lord of all.

Now hail the strength of Israel's might, and crown Him Lord of all.
Crown Him, ye martyrs of your God, who from His altar call;
Extol the Stem of Jesse's Rod, and crown Him Lord of all.
Extol the Stem of Jesse's Rod, and crown Him Lord of all. 

Ye seed of Israel's chosen race, ye ransomed from the fall,
Hail Him Who saves you by His grace, and crown Him Lord of all.
Hail Him Who saves you by His grace, and crown Him Lord of all.
Hail Him, ye heirs of David's line, Whom David Lord did call, 

The God incarnate, Man divine, and crown Him Lord of all,
The God incarnate, Man divine, and crown Him Lord of all.
Sinners, whose love can ne'er forget the wormwood and the gall,
Go spread your trophies at His feet, and crown Him Lord of all. 

Go spread your trophies at His feet, and crown Him Lord of all.
Let every tribe and every tongue before Him prostrate fall
And shout in universal song the crownèd Lord of all.
And shout in universal song the crownèd Lord of all.


[Bait ini ditambahkan oleh John Rippon pada tahun 1787] 

O that, with yonder sacred throng, we at His feet may fall,
Join in the everlasting song, and crown Him Lord of all,
Join in the everlasting song, and crown Him Lord of all!


Himne ini biasa dikenal dengan sebutan 'Lagu Kebangsaan Umat Kristen'. Himne ini pertama kali muncul pada bulan November 1779, pada majalah Gaspel, diedit oleh AT, pengarang lagu "Rock of Ages". Syair ini telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa dimana kekristenan dikenal dan di mana saja lagu ini dinyanyikan, karena lagu ini mengumandangkan kelaparan spiritual dari hati manusia. Seorang penulis berkata, "Sepanjang masih ada orang Kristen di dunia, lagu ini akan terus dinyanyikan, dan setelah itu di surga."

Edward Perronet dilahirkan di Sundridge, Kent, England pada tahun 1726. Dia adalah keturunan dari keluarga Huguenot, Perancis yang terkenal, yang harus melarikan diri ke Swiss dan kemudian ke Inggris karena penganiayaan agama di Perancis. Ayah Edward adalah seorang pendeta di gereja negara Inggris yang sangat bersimpati dengan gerakan penginjilan yang dipelopori oleh Wesleys dan George Whitefield.

Edward juga menjadi seorang pengkhotbah dalam Gereja Anglikan, tetapi selalu kritis dalam setiap tindakannya. Sekali dia menulis, "Aku dilahirkan dan mungkin akan mati di dalam komuni Gereja Inggris, tetapi aku tidak menyukai omong kosongnya." Tidak lama kemudian, dia keluar dari gereja dan menerjunkan diri sepenuhnya dalam usaha penginjilan yang dilakukan Wesley sepanjang tahun 1740 dan 1750. 
Dalam masa inilah Wesleys dan para pengikutnya mendapatkan penganiayaan dan kekerasan yang paling berat dari orang-orang yang tidak setuju dengan pelayanan mereka. Sehubungan dengan pengalaman-pengalaman itu, Wesleys menuliskan kalimat ini dalam catatan hariannya: "Dari Rockdale kami pergi ke Bolton dan hanya untuk mengetahui bahwa singa-singa di Rockdale hanyalah domba-domba dibandingkan dengan orang-orang yang di Bolton."

Edward Perronet didorong dan dijatuhkan di lumpur. Batu-batu dilemparkan dan kaca-kaca jendela pecah. Hal lain yang menarik sehubungan dengan kedekatan Wesleys dan Perronet adalah sehubungan dengan suatu kejadian, dimana John Wesley mengumumkan bahwa Edward Perronet akan berkhotbah pada kebaktian berikutnya. Sebagai seorang yang 18 tahun lebih muda dari Wesley, Perronet selalu menolak untuk berkhotbah di hadapan para negarawan.

Karena berkeinginan untuk menghindari pertentangan di depan umum, Parronet naik ke atas mimbar dan menjelaskan bahwa dia tidak pernah menyetujui untuk berkhotbah. "Tetapi," dia menambahkan, "Saya akan menyampaikan khotbah terbesar yang pernah diberitakan di bumi."

Dia kemudian membacakan Khotbah di Bukit, lalu duduk. Akhirnya, Perronet, karena kekeraskepalaan dan keinginanbebasnya, mengakibatkan dia berpisah dengan Wesley, khususnya dalam hal: apakah penginjil, seperti halnya pengkhotbah dapat memimpin sakramen-sakramen? Parronet kemudian melanjutkan pelayanannya sebagai pendeta di sebuah gereja 'independen' di Canterbury, Inggris. Kata-kata terakhirnya yang juga dikenang: "Dimuliakanlah Allah di ketinggian ke-Allahan-Nya! Dimuliakanlah, Allah di kedalaman kemanusiaan-Nya! Dimuliakanlah Allah di dalam segala kepenuhan-Nya! Ke dalam tangan-Nya kuserahkan rohku."

Walaupun Perronet menulis banyak himne lainnya dan puisi, banyak dari mereka yang diterbitkan tanpa nama. Lagu ini merupakan satu-satunya lagu yang bertahan. Kesuksesan syair ini, tidak dapat dipungkiri, diperkuat oleh melodinya yang sangat baik. 'Coronation' digubah oleh Oliver Holdern, seorang tukang kayu dari Massachusetts, seorang pemusik autodidak dan seorang guru sekolah menyanyi yang disegani adalah melodi yang paling banyak digunakan di Amerika. 'Miles Lane' oleh William Shrubsole, seorang teman pribadi Parronet, adalah melodi yang paling popular di Inggris, sementara melodi 'Diadem' digubah tahun 1838 oleh James Ellor, seorang awam dari Inggris, merupakan melodi yang paling sering digunakan dalam koor.

Banyak catatan penting yang dapat dihubungkan dengan penggunaan himne ini. Salah satu yang paling luar biasa diceritakan oleh E.P. Scott, seorang pendahulu misi di India. Satu hari dia sedang dihentikan oleh segerombolan suku yang mendekatinya dengan tombak. Secara refleks misionaris tersebut mengeluarkan biolanya dan mulai memainkan dan menyanyikan lagu ini.

Ketika ia mencapai bagian 'biar seluruh keluarga, setiap suku', dia melihat dan terkejut bahwa semua tombak telah diturunkan dan banyak dari orang-orang suku ini menangis. Scott menghabiskan sisa-sisa tahun kehidupannya mengabarkan dan mengajarkan kasih Allah dan pengampunan kepada orang-orang ini. Allah dalam pemeliharaan-Nya mempergunakan sebuah lagu sederhana sebagai sebuah alat untuk memperkenalkan Injil kepada sekumpulan orang-orang barbar yang memerlukan.

Dikutip dari "101 Hymn Stories" oleh Kenneth Osbeck. Kregel Publishers, PO Box 2607, Grand Rapids, MI 49501, 1982
READ MORE - All Hail The Power Of Jesus Name

Kesaksian-Kesaksian Dari Medan Penginjilan

on Rabu, 11 Agustus 2010

Renungan: Kesaksian-Kesaksian Dari Medan Penginjilan

Oleh karena pertolongan Tuhan saja Support hamba Tuhan berjalan sampai saat ini dan KDP telah mendukung ratusan hamba Tuhan yang tersebar di seluruh pelosok negeri ini melalui dana yang diberikan setiap bulannya kepada masing-masing hamba Tuhan yang masih aktif menjangkau jiwa-jiwa yang belum mengenal Tuhan Yesus sebagai Juruselamat. Banyak kesaksian tentang suka dan duka yang dialami oleh hamba-hamba Tuhan dalam melayani umatNya, akan tetapi mereka tetap berdiri teguh kepada panggilan Allah sebagai tugas amanat agung sampai bumi penuh kemuliaanNya.



Di bawah ini kesaksian-kesaksian dari medan penginjilan:


Pdt. Stevanus Yadi: Pelayanan kami di suatu daerah tepatnya di desa kaliwungu, Jawa Tengah yang merupakan kota santri, di daerah tersebut kami merintis sebuah tempat pembinaan Iman. Kami awali dengan membina 3 keluarga, akan tetapi kami mendapat tantangan yang sangat berat dari lingkungan. Kami berhadapan dengan massa yang menentang kami sampai tiga kali. Mereka menentang adanya persekutuan doa di lingkungan mereka, bahkan maket gereja dari pihak developer mereka ambil dan mereka mendirikan tempat ibadah agama lain. Di daerah ini dengan intimidasi yang sangat kuat, tidak sedikit orang Kristen yang berpindah ke agama lain. Tantangan ini membuat kami semakin bergairah merebut jiwa mereka kembali bagi hormat dan kemuliaan nama Tuhan, sekarang sudah 20 jiwa kami menangkan. Dukung dan doakanlah pelayanan kami.



Pdt. David Walaa: Kami sekeluarga hamba Tuhan dipercayakan melayani di bekas daerah konflik tepatnya di dusun Kameasi, desa Kilo, Poso. Gereja dan rumah jemaat-jemaat yang kami layani sudah habis dibakar oleh kelompok radikal agama lain. Namun kami tetap bertahan di wilayah kami  layani sudah habis dibakar oleh kelompok radikal agama lain. Namun kami tetap bertahan di wilayah kami dan hidup berharap kepada Tuhan, sehingga sekarang Tuhan sudah memulihkan keadaan kami.



Yunus Sutrisno (Jatim): Kami melayani seorang ibu bernama Sakiyah (52 thn) yang telah menerima Injil dan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Ibu ini berani membayar harga dalam mengikut Kristus, yang mana dia rela dikucilkan oleh keluarga dan lingkungan masyarakat. Ibu ini tidak lagi mendapatkan jatah beras 5kg dari pemerintah karena namanya dicoret dari daftar. Ibu Sakiyah tetap teguh imannya kepada Tuhan dan tetap setia dalam ibadah.



Reno Barus: Ada keluarga berasal dari agama lain yang sudah datang kepada Kristus lewat penginjilan pribadi kami, tetapi tantangan besar datang, sehingga mereka diusir dari rumahnya oleh warga setempat, apabila mereka ingin kembali ke rumahnya maka mereka harus menerima resiko yang sangat berat. Yang lainnya, seorang ibu bernama AR, datang pada Tuhan Yesus lewat penginjilan pribadi kami. Hati kami sangat senang. Setelah 12 hari ia datang pada Tuhan Yesus, tetangganya mulai curiga dan memberitahukan kepada suaminya, maka tidak lama kemudian suaminya membakar pakaian ibu dan juga pakaian anak-anaknya serta mengusir mereka dari rumahnya. Ibu tersebut ditelantarkan oleh suaminya akan tetapi ibu AR tidak mau menyangkali imannya dan terus terang pada Tuhan Yesus.



Ancaman juga datang kepada kami dari masyarakat agama lain supaya kami menghentikan penginjilan, posisi kami tidak aman. Kami sekeluarga tidak gentar menghadapinya sebab itu merupakan tugas amanat agung, hidup bagi kami adalah Kristus dan mati adalah suatu keuntungan besar. Doakan kami yang ada di Aceh Tenggara.



Source:

Buletin KDP (Kasih Dalam Perbuatan) Edisi Mei – Juni 2010

P.O. Box 1411

Surabaya 60014



READ MORE - Kesaksian-Kesaksian Dari Medan Penginjilan

Menjajakan Kebenaran

oleh: Pdt. Bigman Sirait

BAIT Suci disucikan? Sebuah pertanyaan sederhana yang sungguh tidak sederhana. Sederhana, jika itu adalah ritual penyucian, seperti didoakan, atau lainnya. Namun menjadi tidak sederhana, jika itu menyangkut kualitas, spritualitas, sehingga Bait Suci perlu disucikan. Apalagi jika Yesus, Anak Allah, Sang Suci, yang melakukannya. Bukankah Bait Suci itu tempat suci yang seharusnya tak perlu disucikan? Namun itulah kenyataannya, Bait Suci, disucikan. Dalam catatan Alkitab peristiwa itu jelas sekali. Keempat Injil mencatatnya (Yoh 2:13-25; Mat 21:12-17; Mrk 11:15-19; Luk 19:45-48).

Bait Suci, tempat beribadah itu ternyata telah hiruk-pikuk dengan aneka kegiatan dagang. Di sana ada pedagang merpati, domba, kambing, bahkan lembu. Wow, betapa luasnya area yang mereka gunakan. Belum lagi bau yang ditimbulkan, pasti sangat mengganggu, terutama ketika angin bertiup. Di sebelah lain, tak kalah sibuknya adalah para penukar uang. Mereka bagaikan money changer di era modern yang siap menanti pembeli, khususnya yang datang dari kota lain untuk beribadah (orang Yahudi perantauan, atau yang lainnya).

Apa yang salah di sana? Praktek dagangnya atau yang lainnya? Yang pasti, kritik Yesus dalam Matius 21:13, "Rumah-Ku akan disebut rumah doa, tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun". Siapa yang menyamun alias merampok? Dalam prakteknya, ada berbagai informasi. Para pedagang binatang kurban, yang dagangannya dibutuhkan oleh umat, ternyata mencantumkan harga yang lebih tinggi dari harga pasar. Mark up, istilah kerennya. Mengapa umat tak membeli di pasar? Sulit, karena bisa dipersulit oleh penilai, alias quality control, yang sering kali tidak meluluskan binatang yang dibawa sebagai kurban yang layak.

Ada ketentuan tentang kurban yang diatur dalam kitab Imamat. Nah, di sinilah para penilai bermain mata dengan pedagang di halaman Bait Suci. Karena seluruh kurban yang dibeli dari pedagang di Bait Suci pasti lolos dan dianggap layak.. Sementara yang dibeli di pasar sering kali ditolak. Namun ada konsekuensinya, yakni umat harus membayar lebih mahal jika membeli di halaman Bait Suci. Terjadilah kolusi antara pedagang dengan para imam dan petugasnya. Harga lebih mahal, memang mempermudah pembelian dan kelayakan kurban, tapi, juga memeras umat yang berada pada posisi lemah.

Hal seperti ini sudah terjadi sejak dulu kala. Amos berteriak atas kecurangan para imam yang seharusnya menjadi penggembala domba, bukan pemerah domba. Begitu juga di bisnis money changer, kurs yang diberlakukan selalu merugikan umat. Dan, lagi-lagi menguntungkan pedagang dan juga imam. Kebanyakan imam sangat bergairah ke Bait Suci, bukan untuk pelayanan melainkan pemerasan, bukan juga untuk mencari kekudusan tapi kolusi dengan pedagang. Dengan topeng pelayanan, mereka meraup keuntungan. 

Aroma transaksi dagang di Bait Suci jauh lebih kental dibanding ibadah suci yang menyenangkan hati Tuhan. Jadi, tidaklah mengherankan jika Yesus bertindak radikal, dengan menjungkirbalikkan meja dan bangku para pedagang. Tentu saja ini sangat menjengkelkan para imam dan pedagang. Jadi, tidaklah juga mengherankan jika mereka sangat berambisi untuk menghabisi Yesus. Walaupun kebanyakan umat merasa terbela, namun, tidak serta-merta mereka menjadi pengikut Yesus yang setia. Karena tak sedikit pula umat yang oportunis.

Ya, Yesus telah mengganggu arus pundi-pundi para imam dan pedagang, yaitu uang haram yang selama ini lancar dan "suci", karena "disucikan" lewat pelayanan berkedok. Imam yang tak "beriman" melainkan mata duitan, pelayan yang tak "melayani" melainkan membebani, gembala yang tak "menjaga" melainkan memerah, pemimpin yang tak "memimpin" melainkan mempermainkan. Ibadah menjadi penuh kepalsuan. Asal membayar lebih, asal mengikuti ketentuan yang dibuat para imam, pengampunan dosa diperjualbelikan. Dan, celakanya, ternyata umat bisa jadi pembeli yang tak selektif. Mungkin merasa sama-sama diuntungkan. Yang satu untung uang, yang lain untung pengakuan, dan tak dikucilkan, belum lagi bisa lolos dari hukuman dosa (hukuman fisik).

Jadi, tidaklah mengherankan jika praktek seperti ini berjalan cukup lancar. Dan, posisi Yesus terasa sulit, berhadapan dengan para imam atas nama agama, pedagang atas nama usaha, dan umat atas nama rakyat banyak. Apalagi jika banyak diidentikkan dengan kebenaran, maka Yesus adalah pesakitan. Ngerinya, sosok kepalsuan yang bisa memutarbalikkan fakta, menjadi lebih mengerikan lagi karena hal ini sering sukses. Lihat saja, "sukses besar" mereka menyalibkan Yesus Kristus dengan mempengaruhi orang banyak, membayar Yudas dengan 30 keping perak, bahkan menekan Pilatus memenuhi "order hukuman".

Ya, uang yang terkumpul dari transaksi jual-beli ibadah ternyata tidak kecil, bahkan sangat besar, bisa membiayai sebuah gerakan besar. Hebat sekali! Apakah Allah sudah tak berdaya membongkar semuanya? Apalagi yang menjadi korban adalah Yesus? Jelas tidak! Bahkan sebaliknya, Allah menghukum dengan membiarkan mereka hangus oleh "kesuksesan dosanya" (bdk. 2Ptr 2:4-16). Jadi, jangan heran jika melihat banyak kelicikan, kepalsuan meraih kesuksesan besar. Alkitab sudah menjelaskan, pada akhir jaman, guru-guru, nabi-nabi palsu, akan sukses merekrut pengikutnya dalam jumlah banyak. Bukankah banyak yang dipanggil, namun hanya sedikit yang terpilih?

Realita Bait Suci yang harus disucikan karena telah menjadi tempat bisnis ternyata tak berhenti. Situasi tetap berlanjut hingga kini. Banyak isu sinis tentang gereja berbisnis, gembala berbisnis. Banyak pelayanan khotbah yang juga dibisniskan. Serba uang, serba tarif, serba fasilitas, dan, ah, panjang sekali daftarnya. Semuanya disembunyikan dalam kata berkat Allah yang melimpah.. Apa pun yang serba mewah, dari rumah, mobil hingga penampilan mewah, itu adalah simbol hamba Allah yang sukses. Buah tak lagi diperhatikan, melainkan popularitas. Perbuatan tak lagi diperhitungkan melainkan retorika belaka, sekalipun Yesus sendiri berkata, "Pohon dikenal dari buahnya" (Mat 7:15-20).

Mengapa? Rupanya situasi yang sama berulang kembali, pengkhotbah maupun pendengar sama-sama "diuntungkan". Pengkhotbah mengkhotbahkan yang ingin didengar umat (uang, sukses, kesembuhan, kelancaran hidup, dll), tanpa menyinggung apalagi membongkar dosa. Umat tak perlu merasa "tertampar", asal berani "membayar". Bayaran yang berkedok persembahan untuk Allah, ternyata tak pernah sampai "ke surga", melainkan berhenti dan menjadi keuntungan pengelola yang sekaligus pemilik. Gereja yang seharusnya menjadi aliran berkat, diberkati untuk memberkati, ternyata menjadi putaran berkat, berputar di tempat yang sama, dan tak pernah mengubah lingkungan, apalagi dalam konteks kebangsaan.

Di Amerika, majalah Economic yang terkenal, bahkan memuat gurita bisnis gereja, termasuk peredaran uang yang ternyata mencengangkan. Menjajakan kebenaran ternyata memang sangat mengguntungkan, dulu, sekarang, bahkan hingga Yesus datang kembali. Sangat potensial untuk meraup sukses materi. Namun, ingatlah, Yesus akan menjungkirbalikkan semuanya, di sana di kekalan. Awas, jangan sampai hangus oleh kesusksesan dosa menjajakan kebenaran. Umat harus berani belajar menjadi pelaku kebenaran yang sejati. 

Ya, semoga bukan pula sekadar cita-cita.




READ MORE - Menjajakan Kebenaran

Kisah Marela (12 Tahun)

on Selasa, 10 Agustus 2010
Renungan: Kisah Marela (12 Tahun)

Orang benar akan bertunas seperti pohon kurma, akan tumbuh subur seperti pohon aras Libanon (Mazmur 92:13)



Beberapa hamba Tuhan yang kami support berada di pegunungan sekitar wilayah Kalimantan Selatan tetap melayani Tuhan dengan berani, sekalipun mereka melayani dengan fasilitas serba terbatas dan medan pelayanan mereka memiliki tingkat kriminalitas sangat tinggi. Di sana sering terjadi perampokan dan pembunuhan dengan cara mutilasi.



Komitmen mereka kepada Tuhan sangat kuat sehingga kondisi di atas tidak membuat mereka gentar sedikitpun. Mereka melayani dengan pendekatan mengajar membaca dan menulis serta berhitung dengan harapan dapat memberantas  buta huruf sekaligus menanamkan nilai-nilai kekristenan sejak dini. Penghulu (tokoh masyarakat) menolak pelayanan mereka bahkan pemerintah setempat sampai saat ini  tidak mengeluarkan surat ijin operasional walaupun hanya untuk pendirian Taman Kanak-Kanak karena mereka takut terjadi proses Kristenisasi.

 


Suatu hari mereka menemui seorang anak sekitar usia 12 tahun, dia tidak dapat membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia dengan baik, menurut penuturan warga setempat anak ini adalah anak angkat seorang kepala suku yang terkenal sangat sakti dan paling ditakuti di daeraha tersebut. Pada setiap upacara adat di desa tersebut anak ini sering dipersembahkan kepada dewa mereka, pada waktu anak tersebut kerasukan dewa maka warga setempat menyambut kehadiran sang dewa kemudian mereka meminta sedekah dan perlindungan kepada dewa yang telah merasuki anak tersebut.



Yesus Kristus menampakkan diri kepada anak tersebut melalui mimpi dan berkata: “Bertobatlah sebelum kamu menyesal karena dosamu.” Sekarang anak ini sudah bertobat dan menerima Isa Almasih sebagai Juruselamat pribadi dan memberi diri untuk dibaptis. Kami mengajar anak tersebut membaca dan menulis bahasa Indonesia juga menanamkan nilai-nilai Kekristenan serta berdoa bagi kerohaniannya. Setelah dapat membaca dengan lancar, anak inipun gemar membaca Alkitab, ayat emasnya adalah Mazmur 92:13. Berdoalah bagi Marela supaya Tuhan memakai hidupnya menjadi berkat bagi sukunya.



Source:

Buletin KDP (Kasih Dalam Perbuatan) Edisi Mei – Juni 2010

P.O. Box 1411

Surabaya 60014


READ MORE - Kisah Marela (12 Tahun)

Pria Sejati, Empat Hal Yang Membuktikan

PRIA SEJATI, EMPAT HAL YANG MEMBUKTIKAN

Rekan-rekan member, Jika menginginkan artikel-artikel lama, silahkan kirim permintaan Anda dengan menyebut JUDUL yang dimaksud dan kirim ke support@elia-stories.com

Merupakan hal biasa bila suami dan istri dalam sebuah keluarga memiliki penghasilan sendiri-sendiri. Keduanya bekerja untuk menafkahi keluarganya sehingga keduanya merasa memiliki andil dan kedudukan yang sama dalam keluarga. Larut dalam kesibukan, terkadang mereka lupa, siapa yang seharusnya menjadi pemimpin dalam sebuah keluarga.

Kealpaan seorang pemimpin dalam keluarga terkadang bisa menyebabkan pertengkaran atau saling melempar tanggung jawab. Begitu juga bila keduanya (suami-istri) merasa menjadi pemimpin, tidak jarang yang berakhir dengan perceraian. Keegoisan dan keyakinan diri dalam masalah ekonomi, membuat mereka berani melanggar janji pernikahan.


Pemimpin adalah seorang yang patut untuk diikuti dan dipatuhi. Pemimpin yang akan bertanggung jawab dan menuntun serta membuat keputusan dalam hidup ini. Seorang ayah atau pria dalam sebuah keluarga adalah pemimpin.

Walaupun dalam budaya beberapa daerah mengatakan lain, pria tetap dikodratkan untuk menjadi pemimpin.

Dalam melakukan hal ini, kaum pria dituntut harus tegas. Bukan kasar, tapi tegas. Kepemimpinan di dalam rumah tangga ada di tangan kaum pria yang memiliki sikap tegas sekaligus sikap lembut. Ada keseimbangan, karena itu adalah kunci dari kehidupan.

Begitu juga terhadap anak-anak, hadiah atau imbalan harus seimbang dengan hukuman, perhatian harus seimbang dengan pukulan, dan pujian atau penghargaan harus seimbang dengan teguran.

Mungkin ada yang mengatakan salah akan ketegasan ini. Ada pemikiran yang mengatakan kita harus tetap sabar atau bersikap halus, tetapi kadang kehalusan sikap malah seringkali membunuh kita. Sekali waktu, kita juga harus belajar untuk bisa menjadi tegas terhadap orang lain dan diri kita sendiri.

Kasih sayang, hawa nafsu, dan keinginan, semuanya harus diuraikan dalam konteks kedisiplinan, termasuk kasih. Atau kita mengasihi sesuatu yang kelak akan membunuh kita. Kedisiplinan membutuhkan ketegasan.

Di samping ketegasan, seorang pria juga harus mampu membuat keputusan.
Kalaupun keputusan tersebut salah atau cacat, akuilah dan jangan diulangi lagi. Belajarlah dari hal tersebut dan lakukan sesuatu dari pengalaman itu.
Menangisi sesuatu yang telah terjadi, hidup dengan rasa penyesalan, atau mengingat kesalahan masa lalu adalah tindakan salah.

Ketegasan, keputusan dan kepemimpinan adalah ciri seorang pria yang sejati.

Para wanita ingin suaminya menjadi pembuat keputusan. Tetapi, keputusan yang keluar dari seorang pemimpin, bukan dari seorang diktator. Ada perbedaan besar di antara kedua kata tersebut. Diktator membuat keputusan berdasarkan pilihan, atau kepuasan pribadi, tetapi pemimpin membuat keputusan berdasarkan pada apa yang terbaik bagi pengikutnya.

Di balik keputusan tersebut, ada tanggung jawab. Kaum pria memiliki tanggung jawab utama atas keputusan yang mereka perbuat.

Inti dari kedewasaan adalah menerima tanggung jawab yang demikian. Dan, kedewasaan adalah inti dari kesempurnaan Anda sebagai seorang pria sejati.

Pemikiran populer sekarang ini mengatakan bahwa kedewasaan datang dengan bertambahnya usia. Itu tidak benar. Anda bisa saja tua dalam usia, tetapi kedewasaan datangnya dari penerimaan tanggung jawab -dalam semua aspek kehidupan.

Menurut Louise Cole dalam bukunya "Kesempurnaan Seorang Pria", terdapat cukup banyak anak-anak di Amerika yang melarikan diri dari rumahnya.
Anak-anak tersebut, katanya, hanyalah meniru orang tuanya yang juga melarikan diri -yang paling sering adalah ayahnya. Di California, sedikitnya terdapat 400 ribu kaum wanita yang hidup sendiri dengan anak-anaknya karena suami mereka melarikan diri dari rumah.

Keempat ratus ribu kaum pria California ini tidak dapat, tidak ingin, atau tidak pernah memilih untuk menerima tanggung jawab menjadi suami atau ayah.
Dan, mereka mengingkari janji pernikahan.

Dahulu, kata perceraian menjadi sebuah kata yang mengerikan. Sekarang ini, perceraian sudah menjadi hal yang biasa. Perceraian biasanya digunakan untuk menghindari tanggung jawab.

Banyak pria yang berganti dari satu wanita ke wanita lainnya, dari satu tempat ke tempat lainnya, sambil memproklamirkan diri sebagai seorang pria "macho" yang terkenal. Kemampuan untuk menjadi seorang ayah, bukanlah hal yang penting dalam membuktikan kepriaan.

Dengan begitu, sesungguhnya, mereka tergolong masih kekanak-kanakan, tidak dewasa di dalam roh, dan pemikiran, hidup dalam kehidupan yang lemah, tidak menentu, dangkal dan tanpa karakter.

Beberapa pria telah menjadi dewasa ketika berumur tujuh belas tahun, sementara yang lain baru dewasa di usia tujuh puluh tahun kerena umur tidak bisa menentukan kedewasaan seorang pria. Kedewasaan bisa diukur dari kepemimpinan, ketegasan, keputusan dan tanggung jawab yang mau dipegangnya.

Artikel Lain:

- Pengampunan Yang Tiada Batas

- Sukacita Saat Mereka Menerima Tantangan Injil

- Tips Pacaran Bagi Orang Kristen

READ MORE - Pria Sejati, Empat Hal Yang Membuktikan